Geram Atas Sikap Presiden Prancis pada Muslim, Erdogan: Ia Membutuhkan Perawatan dan Periksa Mental

- 25 Oktober 2020, 18:39 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. /Twitter/@trpresidency
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. /Twitter/@trpresidency /

Erdogan, seorang Muslim dan partai AK konservatifnya telah berkuasa selama 18 tahun di Turki, setelah mengambil alih negara berpenduduk 75 juta orang itu, selama krisis politik dan kemerosotan ekonomi pada tahun 2002.

Menanggapi pernyataan Erdogan, Prancis memanggil Duta Besarnya yang ditempatkan di Turki untuk melakukan konsultasi setelah menganggap pidato Erdogan tidak bisa diterima.

“Komentar Presiden Erdogan tidak bisa diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal,” tutur seorang pejabat kepresidenan Prancis kepada kantor berita AFP.

Pejabat Elysee, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, juga mengatakan Prancis telah mencatat "tidak adanya pesan belasungkawa dan dukungan" dari Erdogan terkait dengan pembunuhan seorang guru, Samuel Paty, di luar Paris.

Baca Juga: Belasan Kecamatan di Majalengka sampai Banyumas Rasakan Gempa Pangandaran

Prancis telah diguncang oleh pemenggalan seorang guru sejarah pada awal bulan ini.

Penyerang atau pelaku ingin membalas soal tindakan yang melakukan penggunaan kartun Nabi Muhammad oleh guru di kelas dalam hal kebebasan berekspresi.

Pada 6 Oktober 2020, Erdogan mengatakan bahwa pernyataan itu (Separatisme Islam) adalah provokasi yang jelas dan menunjukkan ketidaksopanan pemimpin Prancis.

Banyak ketidaksepakatan antara Erdogan dan Macron, salah satunya terkait dengan perang Armenia dan Azerbaijan.

Baca Juga: Penangkapan Gus Nur Dinilai sebagai Penistaan HAM, Fadli Zon: Mirip seperti Zaman Penjajahan Dulu

Halaman:

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah