Pasien di Hongkong Terinfeksi Covid-19 Sebanyak Dua Kali, Ketahanan Kekebalan Tubuh Jadi Pertanyaan

- 3 Oktober 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi virus corona. */Pixabay
Ilustrasi virus corona. */Pixabay /

PR TASIKMALAYA - Beberapa bulan setelah infeksi Covid-19 yang pertama, pasien di Hong Kong, Belanda, dan Belgia kembali dinyatakan positif SARS-CoV-2.

Hal ini menjadi pertanyaan, apakah ini artinya kekebalan tubuh tidak bertahan lama untuk melindungi kita setelah pulih dari infeksi virus?

Dilansir dari Deutsche Welle (DW) Jerman, dalam beberapa kasus, dokter melaporkan kemungkinan infeksi ulang selama pandemi.

Baca Juga: Selama ini Tunjukkan Hubungan yang Akrab, Kim Jong Un Kirim Doa untuk Kesembuhan Donald Trump

Namun, ada kemungkinan bahwa infeksi kedua itu disebabkan oleh prosedur pengujian yang salah, hasil tes negatif palsu, atau residu virus dari infeksi pertama.

Namun kini, infeksi baru telah terjadi di Hong Kong, Belanda dan Belgia.

Dalam kasus ini, pasien yang telah pulih dari infeksi Covid-19 sebelumnya terinfeksi kembali beberapa bulan kemudian dengan varian SARS-CoV-2 yang tampaknya bermutasi.

Seorang pria berusia 33 tahun dari Hong Kong memiliki gejala Covid-19 ringan pada pertengahan Maret dan dinyatakan positif SARS CoV-2.

Baca Juga: Yara Shahidi Akan Berperan Menjadi Peri Tinkerbell, Beginilah Pesonanya!

Dia tetap di rumah sakit hingga diizinkan untuk pulang pada 14 April 2020 setelah dua kali tes PCR dan hasilnya negatif.

Otoritas kesehatan yakin pria itu telah terinfeksi untuk kedua kalinya saat dalam perjalanan bisnis ke Spanyol.

Ia menjalani tes di bandara Hong Kong pada 15 Agustus 2020 dan ternyata hasilnya positif.

Sebagai tindakan pencegahan, pria itu dibawa ke rumah sakit meski tidak menunjukkan gejala apa pun. Analisis genetik menunjukkan bahwa pria itu telah tertular varian virus yang bermutasi.

Baca Juga: Ketua MPR: Pastikan Kebijakan Moneter Tidak ada Campur Tangan Kepentingan Politis

“Analisis menunjukkan bahwa genom virus pertama berasal dari jenis SARS-CoV-2 yang berbeda dari yang kedua,” kata Dr. Kelvin Kai-Wang To, seorang profesor klinis dari Department of Microbiology Universitas Hong Kong.

Para ilmuwan menyadari bahwa SARS-CoV-2 telah bermutasi beberapa kali selama pandemi, berulang kali mengubah bagian struktur proteinnya seperti yang biasa terjadi pada virus.

Bagi para peneliti, kasus ini jelas merupakan infeksi baru. Bahkan setelah pulih dari Covid-19, masih ada kemungkinan untuk terinfeksi patogen SARS-CoV-2.

Menurut para peneliti dari Hong Kong, Infeksi ulang seperti itu juga lebih sering terjadi dengan virus flu musiman lainnya seperti coronavirus 229E, OC43, NL63 dan HKUI24.

Baca Juga: Disebut Jadi Perang yang Terburuk, Armenia dengan Tegas Nyatakan Tak Mau Mundur dari Azerbeijan

Menurut Marion Koopmans, seorang ahli virus dan penasehat pemerintah Belanda, pada kasus pasien di Belanda, kode genetik dari infeksi kedua juga sangat berbeda dengan yang pertama.

Infeksi kedua ini diibaratkan sebagai seseorang yang lebih tua dengan kondisi tubuh yang lemah.

Marion Koopmans mengatakan tidak mengherankan bahwa infeksi baru muncul di antara orang-orang yang sembuh dari Covid-19.

"Kami mengetahui dari infeksi saluran pernapasan yang lain bahwa seseorang tidak terlindungi seumur hidup, dan kita tidak mengharapkan hal tersebut dari Covid-19," kata ahli virus itu di radio Belanda.

Baca Juga: Remdesivir Dilaporkan Dapat Menimbulkan Gagal Ginjal, Badan Pengawas Obat Eropa Lakukan Penyelidikan

Di Belgia, seorang pasien kembali jatuh sakit setelah tiga bulan pulih dari Covid-19.

Dari hasil analisis urutan gen pun mengungkapkan bahwa virus mengalami sebelas kali mutasi pada kasus kedua.

"Ini bukan kabar baik," kata ahli virologi Marc Van Ranst di sebuah saluran TV Belgia bernama VTM.

Infeksi kedua kali yang muncul menambah indikasi bahwa kekebalan terhadap SARS-CoV-2 tidaklah bertahan lama.

Baca Juga: Tidak Perlu Suplemen, Kamu bisa Coba 6 Makanan ini di Musim Pancaroba!

Bahkan setelah selamat dari penyakit Covid-19, setidaknya sebagian pasien hanya memiliki perlindungan parsial.

Tampaknya tidak semua dari mereka mengembangkan antibodi pelindung di tubuh masing-masing.

Namun, bahkan delapan bulan setelah wabah pandemi, masih terdapat banyak pertanyaan yang tetap tidak terjawab.

Sulit bagi para peneliti untuk mendapatkan gambaran umum tentang rincian infeksi global karena penelitian dilakukan di seluruh dunia dengan banyak hasil yang dipublikasikan dengan cepat tanpa tinjauan ulang sesama peneliti.

Baca Juga: Remdesivir Dilaporkan Dapat Menimbulkan Gagal Ginjal, Badan Pengawas Obat Eropa Lakukan Penyelidikan

Studi rinci tentang kasus di Belanda dan Belgia belum tersedia. Yang ada hanyalah kutipan-kutipan dari artikel seorang spesialis tentang infeksi berulang yang didokumentasikan di Hong Kong yang diposting oleh seorang reporter dari South China Morning Post di Twitter. Hasil ini pun belum ditinjau ulang oleh rekan sejawat.

Lebih dari 150 vaksin untuk melawan SARS-CoV-2 yang saat ini sedang dikembangkan di seluruh dunia.

Baru-baru ini, Rusia telah menyetujui vaksin Sputnik V dengan tujuh bakal vaksin lainnya yang tengah dalam masa penentuan pada uji klinis Fase III.

Jika infeksi ulang memang terkonfirmasi terjadi, SARS-CoV-2 tidak mungkin hilang karena efektivitas dari herd immunity.

Baca Juga: Disebut Jadi Perang yang Terburuk, Armenia dengan Tegas Nyatakan Tak Mau Mundur dari Azerbeijan

Ada kemungkinan juga bahwa vaksin yang sedang dikembangkan tidak memberikan perlindungan seumur hidup terhadap virus korona yang agresif.

Sampai uji klinis Fase III selesai dan studi jangka panjang yang signifikan telah tersedia, tidak ada pernyataan yang dapat diandalkan untuk membicarakan mengenai efektivitas vaksin ini, apakah akan melindungi kita dari mutasi virus atau seberapa lama perlindungan tersebut akan bertahan.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: DW


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah