Tuntut Reformasi, Puluhan Ribu Warga Berdesakan Lakukan Unjuk Rasa Tanpa Takut Pandemi Virus Corona

- 1 Juli 2020, 11:34 WIB
Para pengunjuk rasa berkumpul meskipun ada penguncian virus corona untuk menuntut pemerintahan sipil yang lebih besar dalam transisi menuju demokrasi di Sudan.* /Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah
Para pengunjuk rasa berkumpul meskipun ada penguncian virus corona untuk menuntut pemerintahan sipil yang lebih besar dalam transisi menuju demokrasi di Sudan.* /Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah /

PR TASIKMALAYA - Pandemi Covid-19 terus menghantui berbagai negara di dunia dan membuat dunia semakin terpuruk. 

Bahkan setiap pemerintah negara terus mengimbau warga untuk menjaga jarak sosial dan tidak berkerumun untuk mencegah terjadinya penyebaran.

Namun meski begitu, masih ada saja orang-orang yang mengabaikan hal tersebut dan berkerumun hingga berdesakan dengan puluhan ribu orang lainnya.

Baca Juga: Tak Mampu Beli Obat, Penderita Obesitas Minta Bantuan Pemerintah untuk Turunkan Berat Badannya

Seperti yang terjadi di Sudan pada Selasa, 1 Juli 2020 di mana puluhan ribu orang turun ke jalan menuntut reformasi lebih cepat dan pemerintahan sipil yang lebih besar dalam transisi negara menuju demokrasi.

Bahkan seorang juru bicara pemerintah mengatakan, dalam aksi demonstrasi itu, satu orang terbunuh dan beberapa lainnya cedera.

Dikutip oleh Pikiran Rakyat-Tasikmalaya.com dari situs Reuters, pengunjuk rasa berkumpul di Khartoum dan Khartoum Utara serta Omdurman setelah pemerintah menutup jalan dan jembatan yang mengarah ke pusat ibukota dalam demonstrasi terbesar sejak pemerintah sementara mengambil alih kekuasaan akhir tahun lalu menyusul penggulingan penguasa Islam Omar al-Bashir setelah tiga dekade.

Baca Juga: Badan Antimonopoli Brazil Cabut Keputusan Blokir WhatsApp Pay

Protes serupa terjadi di seluruh negeri, termasuk Kassala di Sudan timur dan di wilayah bergolak Darfur.

Para pengunjuk rasa meneriakkan 'kebebasan, perdamaian dan keadilan', yang merupakan semboyan gerakan anti-Bashir.

Bahkan beberapa pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan dengan membakar ban kendaraan.

Mereka berbaris untuk menekan para jenderal yang mengambil alih kekuasaan setelah penggulingan Bashir dalam melanjutkan negosiasi atas kesepakatan pembagian kekuasaan secara damai dengan oposisi sipil.

Baca Juga: Badan Antimonopoli Brazil Cabut Keputusan Blokir WhatsApp Pay

Perdana Menteri Abdalla Hamdok, seorang teknokrat bersama dengan militer lama membantu menyingkirkan Bashir setelah protes massal terhadap otokrasi 30 tahunnya.

Koalisi oposisi sepakat untuk menyatukan pemerintahan dengan militer dalam transisi tiga tahun menuju pemilihan umum yang bebas, tetapi bagian-bagian penting dari kesepakatan itu belum dilaksanakan, seperti menunjuk gubernur negara bagian sipil dan membentuk parlemen.

Sementara banyak pengunjuk rasa menyatakan dukungan mereka untuk Hamdok selama demonstrasi. Mereka menyerukan untuk pemerintah transisi agar memenuhi perjanjian.

Baca Juga: Badan Antimonopoli Brazil Cabut Keputusan Blokir WhatsApp Pay

"Tuntutan Anda dipenuhi dengan perjanjian penuh," ujar menteri informasi dan juru bicara pemerintah Sudan, Faisal Salih, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi.

Pemerintahan Hamdok disibukkan dengan krisis ekonomi yang memburuk. Mata uang pound Sudan anjlok dan inflasi tahunan mencapai 100%.

Pekan lalu, negara-negara asing menjanjikan $ 1,8 miliar (Rp 26,1 Triliun) pada konferensi yang diselenggarakan oleh Jerman untuk membantu Sudan mengatasi krisis ekonomi yang menghambat transisinya.

Baca Juga: Merasa Khawatir, Akhirnya Jimin Ungkap Alasan V BTS Menjadi Lebih Murung dan Jarang Bicara

Itu masih jauh di bawah jumlah yang dibutuhkan dalam sebuah bantuan. Krisis telah diperparah oleh pandemi virus corona.

Hamdok berusaha untuk menenangkan warga yang tidak puas dengan pidato, di mana ia mengatakan akan mengumumkan keputusan besar dalam waktu dua minggu.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x