Sementara itu, bukan kali pertama bagi PBB membuat tudingan seputar Pyongyang yang mendanai tes nuklir dan peluncuran rudal dari hasil pencurian cyber.
Pada tahun 2019, PBB membuat laporan yang berisi dugaan bahwa negara komunis itu telah mengucurkan dana hasil curian cyber sebesar dua triliun Dolar (sekitar Rp29 kuadriliun) untuk menciptakan senjata pemusnah massal.
Dewan Keamanan PBB kemudian secara tegas menjatuhkan sanksi kepada Pyongyang agar segera menghentikan seluruh tes nuklir dan peluncuran rudal.
Akan tetapi, meski sudah berkali-kali mendapatkan sanksi dari Dewan Keamanan PBB, pemerintah Korea Utara memilih menutup telinga mereka dan lanjut menyempurnakan senjata pemusnah massal mereka.
Baca Juga: Terbongkar! Pesan Tersembunyi di Balik Foto Platinum Jubilee Ratu Elizabeth II
Sanking ingin menyempurnakan senjata berbahaya itu, pemerintah sampai dilaporkan sengaja menggelar percobaan yang menyertakan ilmuwan dari berbagai belahan dunia di dalamnya.
Bersikeras menyempurnakan senjata pemusnah massal ini pun diklaim mengakibatkan rakyat Korea Utara makin miskin.
Di lain sisi, PBB sudah terang-terangan menuding Korea Utara bisa terus mengembangkan nuklir dan menguji peluncuran rudal dari dana hasil pencurian cyber.
Namun, Tiongkok dan Rusia bersepakat untuk tidak menandatangani pernyataan yang berisi kecaman terhadap misi berbahaya tersebut.***