Menteri Luar Negeri Taliban Buka Suara Soal Sanksi terhadap Afghanistan: Tidak akan Menguntungkan Siapa pun

- 14 Desember 2021, 14:04 WIB
Buka suara soal sanksi terhadap Afghanistan oleh negara Barat, Menteri Luar Negeri sementara Taliban sebut tidak menguntungkan siapa pun.
Buka suara soal sanksi terhadap Afghanistan oleh negara Barat, Menteri Luar Negeri sementara Taliban sebut tidak menguntungkan siapa pun. /Reuters

PR TASIKMALAYA – Menteri Luar Negeri sementara Taliban, Amir Khan Muttaqi, buka suara terkait sanksi yang diberikan negara Barat, terutama AS, terhadap Afghanistan.

Sanksi AS terhadap Afghanistan itu telah merugikan negara tersebut, membuat warga kesulitan ekonomi dan alami kelaparan.

Menurut Muttaqi, sanksi yang diterapkan terhadap Afghanistan itu tidak akan menguntungkan siapa pun.

“Sanksi terhadap Afghanistan, memiliki pemerintah yang lemah tidak akan menguntungkan siapa pun,” ujar Muttaqi, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: PSG vs Madrid, Liga Champions Rasa El Clasico bagi Ramos dan Messi

Bawahan Muttaqi termasuk pegawai pemerintah sebelumnya serta mereka yang direkrut dari jajaran Taliban.

Muttaqi mengatakan pemerintah Taliban menginginkan hubungan baik dengan semua negara dan tidak memiliki masalah dengan Amerika Serikat.

Taliban menghadapi isolasi diplomatik karena Imarah Islam, nama pemerintahnya, belum diakui oleh negara mana pun atau PBB.

Dia mendesak Washington dan negara-negara lain untuk melepaskan triliunan dana yang dibekukan ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu.

Baca Juga: BMKG: Gempa 7.5 Magnitudo dengan Kedalaman 12 Km Terjadi di NTT, Ada 2 Kali Gempa Susulan

Pengambilalihan itu menyusul serangan militer yang cepat di Afghanistan dan pelarian rahasia yang tiba-tiba dari Presiden Ashraf Ghani yang didukung AS.

PBB memperingatkan bahwa hampir 23 juta orang, sekitar 55 persen dari populasi Afghanistan, menghadapi tingkat kelaparan yang ekstrem.

Hampir sembilan juta orang berisiko kelaparan saat musim dingin berlangsung di negara miskin yang terkurung daratan itu.

Muttaqi juga mengakui kemarahan dunia atas pembatasan yang diberlakukan Taliban pada pendidikan anak perempuan dan wanita dalam angkatan kerja.

Baca Juga: BMKG Keluarkan Peringatan Dini Tsunami Pasca Gempa Magnitudo 7,5 di Sulawesi

Di banyak bagian Afghanistan, siswa sekolah menengah perempuan antara kelas tujuh dan 12 tidak diizinkan pergi ke sekolah sejak Taliban mengambil alih, dan banyak pegawai negeri perempuan diperintahkan untuk tinggal di rumah.

Pejabat Taliban mengatakan mereka perlu waktu untuk membuat pengaturan yang dipisahkan gender di sekolah dan tempat kerja yang memenuhi interpretasi mereka.

Ketika pertama kali memerintah dari 1996 hingga 2001, Taliban melarang anak perempuan dan perempuan dari sekolah dan kantor.

Mereka juga melarang perempuan pergi ke sebagian besar hiburan dan olahraga dan kadang-kadang melakukan pembunuhan di depan banyak orang di stadion.

Baca Juga: Lirik Lagu Every Summertime milik NIKI, dijadikan Soundtrack film Shang-Chi Hinggi Viral di TikTok

Namun Muttaqi mengatakan Taliban telah berubah sejak terakhir kali berkuasa.

“Kami telah membuat kemajuan dalam administrasi dan politik dalam interaksi dengan bangsa dan dunia. Dengan berlalunya hari kami akan mendapatkan lebih banyak pengalaman dan membuat lebih banyak kemajuan,” katanya.

Muttaqi mengatakan di bawah pemerintahan baru Taliban, anak perempuan akan bersekolah hingga kelas 12 di 10 dari 34 provinsi di negara itu.

Sekolah swasta dan universitas beroperasi tanpa hambatan dan 100 persen wanita yang sebelumnya bekerja di sektor kesehatan kembali bekerja.

Baca Juga: Situs Prakerja Tak akan Menerima Pendaftaran Lagi di Tahun 2021, Catat Batas Waktunya!

“Ini menunjukkan bahwa kami pada prinsipnya berkomitmen untuk partisipasi perempuan,” ujarnya.

Muttaqi juga melanjutkan dengan mengatakan bahwa Taliban tidak menargetkan lawan-lawannya, melainkan mengumumkan amnesti umum dan memberikan perlindungan.

Para pemimpin pemerintahan sebelumnya hidup tanpa ancaman di Kabul, katanya, meskipun mayoritas telah melarikan diri.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x