PBB Sebut Setengah Populasi Myanmar akan Alami Kemiskinan: Pertanda Buruk bagi Pemulihan dari Krisis

- 2 Desember 2021, 12:17 WIB
Ilustrasi bendera Myanmar. PBB menyebut bahwa ke depannya, setengah populasi Myanmar berada di bawah garis kemiskinan karena dampak ganda.
Ilustrasi bendera Myanmar. PBB menyebut bahwa ke depannya, setengah populasi Myanmar berada di bawah garis kemiskinan karena dampak ganda. /Pixabay/jorono

PR TASIKMALAYA – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengutarakan bahwa kemiskinan di perkotaan akan meningkat tiga kali lipat di Myanmar.

Menurut PBB, kemiskinan di Myanmar itu akan mendorong hampir setengah populasi di bawah garis kemiskinan tahun depan.

Sebab dari kemiskinan di Myanmar tersebut, lanjut PBB, adalah dampak ganda dari pandemi dan kudeta militer yang mengancam kemajuan yang dibuat di masa lalu.

Tentara Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah sipil terpilih pemenang Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.

Baca Juga: Citra Kirana Pamer Foto Kecupan dari Suami, Istri Rezky Adhitya: Semoga Ujian yang Allah Kasih...

Hal itu melepaskan gejolak politik dan ekonomi ketika mereka berusaha untuk menghancurkan oposisi dan merugikan upaya negara untuk memerangi virus corona.

Berdasarkan survei terhadap 1.200 rumah tangga, Program Pembangunan PBB (UNDP) mengatakan Myanmar akan kembali ke tingkat kemiskinan yang tidak terlihat sejak 2005, sebelum reformasi demokrasi dimulai.

"Perosotan ke dalam kemiskinan skala ini bisa berarti hilangnya kelas menengah, pertanda buruk bagi pemulihan cepat dari krisis," ujar Kanni Wignaraja, direktur biro UNDP untuk Asia dan Pasifik, dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters.

Baca Juga: Salah Satunya Ada Lemon, 4 Buah Ini Disebut-sebut Baik untuk Kesehatan Kulit

Seorang juru bicara junta militer tidak menanggapi permintaan komentar.

Dalam skenario terburuk, PBB memperkirakan jumlah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat berlipat ganda menjadi 46,3 persen dari 24,8 persen.

Sementara kemiskinan perkotaan diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada 2022 menjadi 37,2 persen, dibandingkan 11,3 persen pada tahun 2019.

Baca Juga: Spotify Denda Pangeran Harry dan Meghan Markle Rp 345,6 Triliun, Tak Penuhi Kesepakatan

Setengah dari responden survei di daerah perkotaan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki tabungan tersisa.

Sekitar sepertiganya melaporkan telah menjual sepeda motor, yang seringkali menjadi alat transportasi utama keluarga.

Ada pula tren peningkatan yang jelas dari rumah tangga yang makan lebih sedikit dan meningkatnya angka putus sekolah.

Baca Juga: 3 Genre Film Ini Cocok untuk Memacu Adrenalin Kamu, Salah Satunya Thriller

Kota-kota besar seperti Yangon dan Mandalay, yang dulunya merupakan rumah bagi kelas menengah yang sedang tumbuh, telah mengalami gangguan terhadap usaha dan sektor kecil.

Gangguan itu mulai dari konstruksi dan perhotelan hingga ritel dan tekstil, menyebabkan hilangnya pekerjaan dan pengurangan upah.

Pada bulan Oktober, menteri investasi junta mengatakan bahwa otoritas militer mencoba yang terbaik untuk menghidupkan kembali ekonomi.

Baca Juga: Nekat Hadir di Reuni 212? Siap-siap Terjerat Hukum Pidana

Mereka menyalahkan sabotase ekonomi yang didukung asing atas krisis tersebut, tetapi tidak memberikan rincian.

"Anda kehilangan satu generasi bukan hanya karena perang, Anda kehilangan satu generasi karena kecacatan yang berasal dari kekurangan makanan, gizi buruk, hanya kemiskinan ekstrem," kata Kanni Wignaraja.

Bank Dunia, yang sebelum kudeta memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di Myanmar meskipun ada Covid-19, sekarang memperkirakan ekonomi akan turun lebih dari 18 persen tahun ini, jauh melampaui tetangganya.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah