Eksploitasi Hewan dan Alam Terus Berlanjut, Ilmuwan: Pandemi akan Berlangsung Lebih Buruk

29 April 2020, 14:07 WIB
ILUSTRASI alam dan hewan.* /Sheldrickwildtrust/

PIKIRAN RAKYAT - Beberapa ilmuwan terkemuka dunia telah memberikan peringatan terkait pandemi yang menyebar di dunia.

Mereka berpendapat bahwa Pandemi di masa depan cenderung akan lebih sering, menyebar lebih cepat, membunuh lebih banyak orang, dan bahkan menimbulkan kerusakan ekonomi yang lebih buruk.

Hal itu akan terjadi jika manusia gagal untuk menahan eksploitasi alam serta hewan yang ada di dunia.

Baca Juga: Jadi Provokator Penolakan Jenazah Covid-19, Tersangka Dijerat Penjara dan Segera Disidang

“Sebanyak 1,7 juta virus tak dikenal ada pada mamalia dan burung air menginfeksi orang. Salah satu dari ini bisa menjadi 'penyakit X' berikutnya yang berpotensi bahkan lebih mengganggu dan mematikan daripada Covid-19,” kata para pakar global dalam keanekaragaman hayati.

Mereka mengingatkan bahwa mungkin virus corona ini hanyalah sebuah permulaan, dan potensi pandemi lain bisa terjadi lebih buruk.

“Ada satu spesies yang bertanggung jawab atas pandemi Covid-19. Seperti halnya krisis iklim dan keanekaragaman hayati, pandemi baru-baru ini merupakan konsekuensi langsung dari aktivitas manusia,” tulis para penulis Platform Kebijakan Ilmu Antar Pemerinta tentang Layanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES).

Ekspansi tak terkendali dalam pertanian, pertambangan dan pembangunan infrastruktur, serta eksploitasi alam dan hewan, bisa menciptakan badai besar untuk penyakit menular dari satwa ke manusia.

Baca Juga: Kepastian Haji 1441 Belum Ditentukan, Kafe dan Mal di Arab Saudi Disebut Telah Beroperasi

Mereka mengatakan umat manusia telah menghancurkan lebih dari 85 persen lahan basah dan mengeksploitasi lebih dari sepertiga tanah serta air segar untuk tanaman dan produksi ternak.

Selain itu, perdagangan hewan liar yang tidak diregulasi dan perjalanan internasional sangat masuk akal untuk virus menyebar.

Seperti spesies kelelawar di Asia Tenggara kini telah menginfeksi hampir 3 juta orang, membawa penderitaan manusia yang tak terhitung. dan menghentikan ekonomi dan masyarakat di seluruh dunia.

Mereka menyebut, bahwa pandemi ini berasal dari tangan manusia.

Baca Juga: Kabar Baik, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Segera Dibuka Kembali, Netizen Ucap Syukur

"Meskipun penyakit hewan ke manusia sudah menyebabkan sekitar 700.000 kematian setiap tahun, potensi pandemi di masa depan sangat luas," kata para ilmuwan.

Sebagian besar hewan membawa virus dan pandemi disebabkan oleh meningkatnya jumlah orang yang melakukan kontak langsung dengan hewan yang membawa patogen ini.

Para ahli juga memperingatkan bahwa langkah-langkah untuk mengurangi krisis saat ini bisa dilakukan dengan menahan pertanian intensif dan maskapai penerbangan.

Mereka juga mengimbau agar warga selalu memperhatikan aturan pemerintah.

Baca Juga: YouTube Perluas Fitur Pemeriksaan Fakta ke Pencarian Video AS Selama Pandemi Covid-19

Mereka juga menganjurkan pendekatan kesehatan dalam pengambilan keputusan global dan lokal dan memperhatikan hubungan antara kesehatan manusia, dengan hewan dan tumbuhan.

Para penulis, yang tahun lalu mengeluarkan peringatan tentang kerusakan alam dan memperingatkan bahwa satu juta spesies tanaman dan hewan berisiko terancam punah dalam beberapa dekade mendatang.

"Kita perlu segera memastikan bahwa tindakan yang diambil untuk mengurangi dampak dari pandemi saat ini tidak hanya dengan memperkuat risiko wabah dan krisis di masa depan,” ujar mereka. seperti yang diberitakan oleh situs Independent. 

Mereka menyatakan spesies seperti kelelawar tidak boleh disalahkan karena menyebarkan penyakit.

Baca Juga: YouTube Perluas Fitur Pemeriksaan Fakta ke Pencarian Video AS Selama Pandemi Covid-19

Itu hanya ulah manusia terhadap kelelawar yang kemudian menciptakan tempat berkembang biaknya penyakit tersebut.

Beberapa melawan perdagangan satwa liar, khususnya untuk pasar basah, di mana hewan dikurung dalam kondisi tidak sehat.

Kampanye tersebut dilakukan karena banyaknya eksploitasi hewan, juga karena Tiongkok yang hingga saat ini masih membuka pasar basah tersebut.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Independent

Tags

Terkini

Terpopuler