Terbitkan Peraturan dengan Ancaman Mati, Taliban Minta Jurnalis Ubah Istilah Bom Bunuh Diri

25 November 2021, 12:55 WIB
Taliban keluarkan peraturan ketat tentang penulisan berita di Afghanistan dengan ancaman hukuman mati bagi jurnalis yang melanggarnya. /REUTERS/Stringer

PR TASIKMALAYA - Para jurnalis di Afganistan kini menghadapi ancaman pembunuhan serta peraturan baru yang keras dari pemerintahan Taliban, yang paling berdampak kepada kaum perempuan.

Menurut Human Rights Watch, Taliban telah kian memperketat peraturan bagi jurnalis Afghanistan dalam menerbitkan berita.

Peraturan baru bagi para jurnalis ini diluncurkan oleh Kementerian Taliban untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.

Dikatakan bahwa para pejabat intelijen Taliban memaksa seluruh jurnalis untuk menyerahkan semua artikel mereka guna disahkan sebelum bisa diterbitkan.

Baca Juga: Faisal Sebut Doddy Sudrajat Membuka Surat di Tumpukan Barang Milik Vanessa Angel: Harus Dipulangin

Peraturan yang dikeluarkan pada hari Minggu, 21 November 2021, ini juga telah memblokir penayangan sinetron dan drama dari sejumlah aktris Afghanistan.

Selain itu, peraturan ini pun melarang semua film yang dianggap melanggar nilai-nilai Islam atau Afghanistan.

Taliban pun bahkan mewajibkan para jurnalis perempuan yang tampil di TV untuk mengenakan jilbab, dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Independent.

Sejumlah jurnalis mengaku bahwa para pejabat lokal akan langsung menghubungi jika mereka menulis artikel tentang pelanggaran HAM oleh Taliban.

Baca Juga: Kepergian Lionel Messi dari Barcelona Diprediksi Bisa Membuat Level Tim di Liga Champions Turun

Akibatnya, banyak media menutup kantor dan hanya menerbitkan berita online karena takut terhadap ancaman hukuman dari Taliban.

Di sisi lain, pejabat intelijen Taliban juga telah meminta media lokal untuk mengganti istilah bom bunuh diri dengan kata syahid.

Para pejabat intelijen itu secara langsung mendatangi kantor berita dan memaksa para jurnalis untuk tidak menggunakan kata Taliban, melainkan Imarah Islam, dalam artikel mereka.

Menurut direktur asosiasi Asia di Human Rights Watch, Patricia Gossman, Taliban telah dengan jelas menunjukkan upaya untuk membungkam kritik apapun terhadap pemerintahannya.

Baca Juga: Lisa BLACKPINK Positif Covid-19, Kondisi Jennie, Rose, dan Jisoo Jadi Sorotan

Peraturan ini juga telah menyebabkan hilangnya ruang bagi perbedaan pendapat dan pembatasan yang kian parah bagi perempuan.

Sebelumnya, Taliban sempat berjanji akan mengizinkan media yang menghormati nilai-nilai Islam beroperasi.

Namun, nyatanya pembatasan yang kini dibuat Taliban telah memicu ketakutan akan didatangi atau dipanggil pihak berwenang.

Seorang pemimpin redaksi media lokal bahkan menyebut bahwa mayoritas pegawainya telah memutuskan untuk berhenti bekerja.

Baca Juga: Park So Dam Merasa Berutang Budi Seumur Hidup pada Choi Woo Shik, Kenapa?

Mereka khawatir jika pekerjaan di media akan membawa mereka pada risiko besar. Akses terhadap informasi pun kini menjadi sangat terbatas.

“Setelah mereka mengancam kami dengan hukuman mati, kini kami hanya menerbitkan apa yang mereka katakan," kata seorang jurnalis lain.

"Sekarang kami menyiarkan ayat-ayat Alquran di awal program dan lagu-lagu Islami karena kami mengkhawatirkan keselamatan kami," tambahnya.

Sebagaimana yang telah dikabarkan, Taliban berhasil merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus 2021 saat pasukan AS dan Inggris mundur.

Baca Juga: Anies Baswedan Tanggapi Tuduhan Sebagai Gubernur Ekstrem, Deddy Corbuzier: Ini Ngomong Pinter Banget

Saat terakhir kali Taliban menguasai Afghanistan, kaum perempuan dilarang pergi ke sekolah, dilarang bekerja dan harus didampingi pria saat hendak keluar rumah.***

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: Independent

Tags

Terkini

Terpopuler