PR TASIKMALAYA – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengajukan gugatan pada pengadilan.
Gugatan yang diajukan Donald Trump itu, dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Channel News Asia, meminta pengadilan untuk mengembalikan kembali akunnya di sosial media Twitter yang ditangguhkan beberapa waktu lalu.
Akun Twitter Donald Trump, yang dikenal menjadi media di mana suaranya lantang digaungkan, ditutup oleh Twitter karena ia diduga menghasut kerusuhan Capitol Hill.
Baca Juga: Tes Kepribadian: Ketahui Karakter Pria Idaman Anda dari Pilihan Aktor Hollywood Favorit
Bukan hanya Twitter, media sosial lainnya pun melarang Donald Trump untuk bersuara di platform mereka setelah gerombolan pendukungnya menyerang gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021 lalu.
Sosial media itu merasa gusar oleh pidato beberapa jam sebelumnya sebelum kerusuhan, di mana Donald Trump mengulang klaim palsunya bahwa ia kalah dalam pemilu karena kecurangan.
Twitter mengatakan pada saat itu bahwa cuitan Donald Trump melanggar kebijakan karena mengagungkan kekerasan.
Cuitan tersebut dimungkinkan menjadi motivasi para pendukungnya untuk menyerang Capitol sehingga tidak meresmikan Joe Biden sebagai presiden.
Dalam pengajuannya di pengadilan federal Florida, Donald Trump berpendapat bahwa platform sosial media itu dipaksa untuk menangguhkan akunnya oleh anggota Kongres AS.
Pada saat akunnya ditangguhkan, Donald Trump memiliki lebih dari 88 juta pengikut.
Baca Juga: Inul Daratista Ungkap Hal yang Membuatnya Bahagia: Capek Jadi Hilang
Twitter, sementara itu, menyebut mereka melaksanakan kontrol atas wacana politik di AS yang tak terukur dan secara historis belum pernah terjadi sebelumnya.
Sosial media itu juga menyebut akan sangat berbahaya untuk membuka debat demokratis.
Sebelumnya pada Juli, Donald Trump menggugat Twitter, Facebook Inc dan Google Alphabet Inc, serta kepala eksekutif mereka, menuduh mereka secara tidak sah membungkam sudut pandang konservatif.
Gugatan itu mencatat bahwa Taliban, yang berkuasa di Afghanistan sekarang dan masih dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, diizinkan untuk memiliki akun Twitter.
Akun itu muncul pada 8 Agustus dan memungkinkan Taliban untuk menulis cuitan secara teratur tentang penaklukan dan kemenangan militer mereka di seluruh Afghanistan.
Gugatan tersebut menyebutkan bahwa melarang Donald Trump tetapi bukan Taliban sama dengan ketidaksesuaian yang menggelikan di pihak Twitter.
Baca Juga: Tips Teknik Bernapas yang Baik Demi Tingkatkan Kesehatan Mental dan Kebahagiaan
Hingga saat ini, Twitter menolak mengomentari gugatan Donald Trump.***