Dari Sayyidatina Aisyah radhiyallahu'anha berkata:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
Artinya: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahiku pada bulan Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal. Maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?"( HR Muslim no. 2551, At-Tirmidzi no. 1013, An-Nasai no. 3184, Ahmad no. 23137).
Mengenai hadist tersebut maka Imam An-Nawawi ra., dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi, mengungkapkan bahwa hadis ini berisikan anjuran menikah di bulan Syawal.
Aisyah bermaksud dengan ucapannya tersebut adalah untuk menolak tradisi atau kebiasaan masyarakat pada zaman Jahiliyah, dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
Baca Juga: 10 Rekomendasi Masjid untuk I'tikaf di Kota Bandung
Ini adalah suatu kebathilan yang tidak memiliki dasar. Mereka meramalkan demikian adalah karena kata Syawal mengandung arti menanjak atau tinggi.
Sejatinya tak ada hari sial ataupun bulan sial di dalam Islam, semua waktu adalah baik. Sebagaimana sejarah Rasulullah SAW yang menikahi tiga istrinya di bulan Syawal, dari Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar, dan Ummu Salamah.***