Dokter Spesialis Paru Sebut 3 Kemungkinan Pasien Positif Covid-19 Bisa Terinfeksi Kembali

- 7 Mei 2020, 14:00 WIB
ILUSTRASI. TIM dokter memeriksa pasien terkait wabah corona atau COVID-19 di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta.*
ILUSTRASI. TIM dokter memeriksa pasien terkait wabah corona atau COVID-19 di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta.* /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT – Virus Corona yang sedang menyerang seuruh penjuru dunia masih menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, terlebih hampir seluruh aspek kehidupan terkena dampaknya.

Namun, di balik perjuangan pasien yang terkena virus tersebut, sudah banyak yang dinayatakan sembuh. 

Hal demikin perlu menjadi perhatian dan mengetahui ternyata ada beberapa kemungkinan mantan pasien penderita corona bisa tertular kembali.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Tasikmalaya Kamis, 7 Mei 2020: BMKG Prediksi Kota Santri Hujan Lokal

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari situs Antara, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Dokter Andika Chandra Putra menyatakan ada kemungkinan pasien sembuh Covid-19 bisa terinfeksi kembali.

Dokter Andika mengatakan, ada beberapa kemungkinan mengapa seseorang bisa kembali positif Covid-19 setelah sempat dinyatakan sembuh dari wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Baca Juga: Tak Gunakan Masker saat Keluar Rumah, Kota Ini Berikan Sanksi Push Up dan Baca Doa

“Pertama memang ada risiko reinfeksi, sudah sembuh dua kali negatif tapi kemudian tertular lagi. Kedua, kita sebut false negative, ini misalnya karena jumlah spesimennya atau jumlah virusnya tidak begitu banyak sehingga tidak terdeteksi PCR sehingga hasilnya negatif,” kata dr Andika ketika dihubungi Antara, Rabu 6 Mei 2020.

Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu menambahkan, jumlah virus atau viral load dari bahan yang diperiksa akan mempengaruhi hasilnya.

Baca Juga: Stadion Gelora Bung Karno Masuk Nominasi Stadion Ikonik dan Termegah di ASEAN versi AFC

Semakin sedikit virusnya dalam sebuah spesimen maka akan mempengaruhi hasil polymerase chain reaction (PCR).

Kemungkinan ketiga adalah reaktivasi yaitu seperti virus 'tidur' di dalam tubuh seseorang, karena mungkin daya tahan tubuhnya sudah ada perbaikan tapi kemudian aktif kembali.

Hasil tes PCR dipengaruhi dengan spesimen pasien yang diperiksa. Spesimen yang diambil untuk PCR terkadang mempengaruhi tingkat akurasi.

Baca Juga: Hari Pertama Penerapan PSBB di Kota Tasikmalaya, Masih Banyak Ditemukan Pelanggaran

Berdasarkan penelitian yang membandingkan spesimen dari pasien yang diduga terpapar Covid-19 ada beberapa jenis pemeriksaan yang memiliki akurasi lebih tinggi.

Pemeriksaan yang dibandingkan adalah bronkus, pharyngeal test atau tes swab faring, naso swab, dan juga swab dari dahak. 

“Memang kalau yang bilasan bronkus atau bilasan paru angka kepositifannya di atas 93 persen, tapi itu invasif,” kata Andika.

Baca Juga: Siap Sukseskan PSBB Kota Tasikmalaya, Satu Pleton Pasukan Brigif 13/Galuh Diterjunkan

Pemeriksaan spesimen dengan bilasan bronkus hanya dilakukan untuk kondisi tertentu karena selain invasif untuk tubuh juga berisiko karena bisa aerosol dan terhirup oleh dokter.

“Pemeriksaan tenggorokan tingkat akurasinya hanya 60 sampai 70 persen, sisa gap 30 persen itu yang memberikan kemungkinan false negative dari sebuah tes PCR,” kata dia.

Sebelumnya, ajudan Wakil Gubernur Sumatera Utara dinyatakan kembali terinfeksi Covid-19 setelah beberapa waktu dinyatakan sembuh. Ia kini sudah kembali dirawat di RS Martha Friska Medan.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x