PIKIRAN RAKYAT – Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, seorang penyair sekaligus akademisi yang dikaruniai Tuhan lewat tangan yang selalu menciptakan tulisan indah dan ewat pikiran yang selalau memberikan ilmu kepada para mahasiswanya.
Diketahui Sapardi seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia. Bahkan beliau pernah menjabat sebagai dekan fakultas tesebut hingga menjadi guru besar. Karyanya menjelma menjadi sebuah puisi-puisi dan esai yang indah dengan penuh nuansa romantis.
Baca Juga: Siapkan 25 Kamar Isolasi dan Call Center Covid-19, Bukti Pemkab Sukabumi Serius Tangani Wabah Corona
Kemarin 20 Maret 2020, Eyang Sapardi sapaan akrabnya, tengah bertambah usia genap menjadi delapan puluh tahun.
Selamat ulang tahun eyang. Terima kasih atas rangkaian kata yang selalu kau tulis, selalu memberikan pucuk pengharapan yang tinggi pada tiap-tiap lembar kehidupan.
Semoga di usia senja selalu Tuhan berikan bahagia dan Eyang akan lebih tabah dari Hujan Bulan Juni. Terima kasih untuk romantisnya bulan Juni dan bulan-bulan lainnya, terutama Maret, karena telah melahirnya penyair sepertimu.
Baca Juga: Jelang Pilbup Tasikmalaya, Bawaslu Temukan Banyak Calon PPS Tersandung Aturan
Ditulis PikiranRakyat-Tasikmalaya.com, dari beberapa sumber buku antologi puisi Sapardi yang telah terbit. Berikut puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono yang sederhana namun sarat akan makna.
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
Baca Juga: Manajer Persik Kediri Benny Kurniawan Pilih Pamit di Tengah Liga 1 2020, Alasannya Masih Tanda Tanya
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
Hatiku Selembar Daun
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput.
Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini
Ada yang masih ingin ku pandang
Yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
Sebelum kau sapu taman setiap pagi
Baca Juga: Tunda Balapan karena Wabah Covid-19, F1 Luncurkan Seri Grand Prix Virtual
Hujan di bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Yang fana adalah waktu
Yang fana adalah waktu
Kita abadi
Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Sajak Kecil
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
MencintaiMu harus menjadi aku.
***