Penyair Romantis Sapardi Djoko Damono Berulang Tahun ke 80

21 Maret 2020, 15:50 WIB
PENYAIR Sapardi Djoko Damono merayakan ulang tahunnya ke 80 pada Jumat, 20 Maret 2020.* //Instagram @darmonosapardi

PIKIRAN RAKYAT – Prof. Dr. Sapardi  Djoko Damono, seorang penyair sekaligus akademisi yang dikaruniai Tuhan lewat tangan yang selalu menciptakan tulisan indah dan ewat pikiran yang selalau memberikan ilmu kepada para mahasiswanya.

Diketahui Sapardi seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia. Bahkan beliau pernah menjabat sebagai dekan fakultas tesebut hingga menjadi guru besar. Karyanya menjelma menjadi sebuah puisi-puisi dan esai yang indah dengan penuh nuansa romantis.

Baca Juga: Siapkan 25 Kamar Isolasi dan Call Center Covid-19, Bukti Pemkab Sukabumi Serius Tangani Wabah Corona

Kemarin 20 Maret 2020, Eyang Sapardi sapaan akrabnya, tengah bertambah usia genap menjadi delapan puluh tahun.

Selamat ulang tahun eyang. Terima kasih atas rangkaian kata yang selalu kau tulis, selalu memberikan pucuk pengharapan yang tinggi pada tiap-tiap lembar kehidupan.

Semoga di usia senja selalu Tuhan berikan bahagia dan Eyang akan lebih tabah dari Hujan Bulan Juni. Terima kasih untuk romantisnya bulan Juni dan bulan-bulan lainnya, terutama Maret, karena telah melahirnya penyair sepertimu.

Baca Juga: Jelang Pilbup Tasikmalaya, Bawaslu Temukan Banyak Calon PPS Tersandung Aturan

Ditulis PikiranRakyat-Tasikmalaya.com, dari beberapa sumber buku antologi puisi Sapardi yang telah terbit. Berikut puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono yang sederhana namun sarat akan makna.

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri

Baca Juga: Manajer Persik Kediri Benny Kurniawan Pilih Pamit di Tengah Liga 1 2020, Alasannya Masih Tanda Tanya

Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari

Baca Juga: Merasa Bertanggung Jawab untuk Selamatkan Dunia dari Corona, Raja Bomoh asal Malaysia Lafalkan Mantra di Depan Globe

Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput.

Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini

Ada yang masih ingin ku pandang

Yang selama ini senantiasa luput

Sesaat adalah abadi

Sebelum kau sapu taman setiap pagi

 Baca Juga: Tunda Balapan karena Wabah Covid-19, F1 Luncurkan Seri Grand Prix Virtual

Hujan di bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

 Baca Juga: Wabah Covid-19 di Indonesia Makin Tinggi, Warga Jawa Barat Diminta Ikuti Imbauan yang Dikeluarkan Pemerintah

Yang fana adalah waktu

Yang fana adalah waktu

Kita abadi

Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.

Kita abadi.

 Baca Juga: Cegah Penyebaran Virus Corona, Mendikbud Nadiem Makarim Ajak Mahasiswa Kedokteraan Tingkat Akhir jadi Relawan Covid-19

Sajak Kecil

Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
MencintaiMu harus menjadi aku.

***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Instagram @bpptkg

Tags

Terkini

Terpopuler