Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah kemungkinan adanya kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah akibat konflik di Timur Tengah.
Hal ini dapat menyebabkan kenaikan tingkat inflasi di berbagai negara.
Dengan kenaikan tingkat inflasi, berbagai bank sentral dunia termasuk The Fed, berpotensi tetap menerapkan tingkat suku bunga yang tinggi.
Baca Juga: Meningkatnya Kurs Rupiah di Indonesia, Jokowi: Bidang Keuangan Harus Direformasi
Situasi ini dikenal dengan sebutan "higher for longer".
"Kan higher for longer Otomatis potensi untuk ekspektasi pertumbuhan ekonominya jadi terbatas karena inflasi cost of borrowingnya jadi tetap mahal Itu kan implikasinya," jelas Andry.
Andry juga menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih cukup stabil saat ini. Produk Domestik Bruto (PDB) masih tumbuh di level 5,1 persen.
Pertumbuhan ini didorong oleh peran sektor perbankan, dengan pertumbuhan kredit mencapai 9 persen year on year (yoy) dan rasio kredit terhadap deposito (LDR) yang bertahan di level 92 persen.
"Kredit sektor perbankan naik 8 persen (yoy) tahun lalu sementara deposito tumbuh 6 persen (yoy). Penurunan rasio kredit bermasalah dari 2,9 persen menjadi 2,5 persen juga menunjukkan peningkatan dalam kualitas aset memperkuat fungsi sektor perbankan sebagai pilar utama ekonomi dan pasar modal di Indonesia," tambahnya.***