Kenali Istilah Bitcoin, Pilihan Aset Investasi Digital di Masa Krisis karena Pandemi

12 September 2020, 17:04 WIB
bitcoin /

PR TASIKMALAYA - Pandemi virus corona telah menciptakan gejolak ekonomi dan keuangan global pada skala yang tidak pernah ada sejak Perang Dunia II.

Lockdown berkepanjangan, pengangguran massal, dan perdagangan internasional yang kacau menyebabkan ambruknya pasar saham.

Sekretaris Jenderal PBB memperingatkan pada bulan april lalu, pandemi akan menimbulkan resesi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga: Susul Enam Negara Lain, Indonesia Putuskan Mundur dari Piala Thomas dan Uber 2020

Sejak pertengahan maret, ketika lockdown mulai diberlakukan di seluruh dunia, harga emas naik hampir sepertiganya. Di dalam waktu yang sama, harga bitcoin sudah hampir tiga kali lipat dari emas dan terus naik.

Bitcoin adalah salah satu cryptocurrency atau aset digital dimana kepemilikan koin seseorang disimpan dalam sebuah buku besar berbentuk database terkomputerisasi yang diamankan menggunakan kriptografi yang kuat.

Kenaikan harga bitcoin baru-baru ini membuat beberapa orang menyarankan bahwa bitcoin telah berpindah dari aset spekulatif ke aset safe-haven. Beberapa orang bahkan menyebutnya sebagai ‘emas digital’.

Baca Juga: Jatuhnya Rupiah Dikaitkan dengan Kebijakan Anies Baswedan, Fraksi PDIP Meminta Jaminan

Safe-haven adalah aset yang dimanfaatkan oleh para investor untuk mempertahankan atau bahkan menaikakan nilai investasi dan membatasi risiko kerugian saat terjadi penurunan pasar.

"Saya pikir Bitcoin kemungkinan merupakan manifestasi terbaik dari mata uang digital. Internet merupakan sesuatu yang didasari oleh konsensus dan dibuat oleh semua orang.

"Semua orang bisa mengubah arah internet. Bitcoin memiliki pola yang sama karena dibuat di atas fondasi internet,"  kata CEO Twitter, Jack Dorsey dikutip dari Cointelegraph.

Baca Juga: Jangan Dipendam Sendiri, Pahami Pentingnya Curhat Agar Tak Alami Mental Illness

Dorsey berpendapat, penting bagi para pengguna Bitcoin untuk meningkatkan pengalaman mereka agar mempercepat adopsi penggunaannya.

"Cryptocurrency perlu berubah menjadi alat pembayaran yang intuitif dan mudah digunakan seperti pembayaran digital yang sudah ada," tambah Dorsey.

Sementar itu, Chief Economist Bank BDS Taimur Baig meyebut, adanya pandemi virus corona ini bisa mempercepat penyesuaian penggunaan Bitcoin dalam dua fase permintaan, prapandemi dan pascapandemi.

Baca Juga: Zaskia Sungkar Akhirnya Hamil Setelah Perjuangan Panjang, Begini Kondisi Ibu dan Bayinya Saat Ini

"Permintaan prapandemi sebagian besar bersifat spekulatif. Orang-orang melihat bitcoin memiliki kinerja yang spektakuler dan ingin menjadi bagian dari permainan itu, jadi apa salahnya memasukkan 1% dari aset yang dikelola (ke BTC).

"Namun, saya pikir pascapandemi di luar spekulatif. Ini lebih tentang, 'Benda ini memiliki sirkulasi tetap, tidak akan direndahkan.

"Orang-orang khawatir tentang arus keluar dolar dan bertanya-tanya apakah mereka harus memegang kripto selain emas sebagai mata uang safe-haven," ujar Taimur Bing dikutip dari Coindesk.

Baca Juga: Mega Superblok Meisterstadt Terealisasi, Mimpi BJ Habibie Majukan Batam Terwujud Meski Sudah Wafat

Selain DBS, bank aset digital yang juga berasal dari Singapura, yang memegang lisensi perbankan dari Otoritas Pengawas Pasar Keuangan Swiss, Sygnum Bank, pun turut memantau tren ini.

"Sejak wabah Covid-19, telah terjadi peningkatan minat dari kantor keluarga dan individu yang melihat aset digital sebagai alternatif dan cara untuk melindungi dari risiko inflasi yang mengkhawatirkan.

"Sekarang bank mulai bangkit dari lockdown, kami mengalami peningkatan yang signifikan di bank nasional dan internasional yang meminta kami membantu dalam penyiapan B2B (Bisnis ke Bisnis) untuk memungkinkan klien mereka berinvestasi dalam aset digital," jelas Co-head klien di Sygnum Bank, Martin Burgherr.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Independent Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler