“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan".
Pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 96.
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."
Di sisi lain, al-Quds (Baitul Maqdis) disebut sebagai kiblat bagi sebagian nabi Bani Israil. Dari Madinah, Baitul Makdis di utara dan Baitullah di selatan.
Saat masih di Mekkah, Rasulullah shalat sambil melihat ke Baitul Maqdis dan juga melihat ke Ka'bah. Nabi memandang ke arah utara tempat Ka'bah berada searah dengan Baitul Maqdis.
Nabi sendiri ketika berada di Mekkah sempat berdoa kepada umat Baitul-Maqdi dan menginginkan adanya perubahan arah kiblat. Begitu sampai di Madinah, mereka menetap di sana selama lebih dari setahun.
Namun, Nabi terus memohon, mencari kepastian dan berharap agar kiblat dipindahkan ke Ka'bah, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 144.
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai."
Arsiktektur
Baca Juga: Wisata Religi Jalur Mudik Pansela: 6 Masjid Megah dan Indah yang Wajib Dikunjungi
Masjid Al-Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Awalnya masjid ini dikelola oleh Khalifah Umar bin al-Khattab. Kemudian direnovasi dan dibangun kembali ketika Kekaisaran Ottoman berkuasa.