Peneliti Ungkap Metaverse Miliki Potensi Masalah Masa Depan, Begini Ulasannya!

18 Januari 2022, 20:36 WIB
Ilustrasi metaverse - Berikut ini adalah penjelasan dari seorang peneliti soal metaverse yang dinilai akan menjadi potensi masalah di masa depan. //Pixabay/Tumisu

PR TASIKMALAYA - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bermana Ranny Rastati baru-baru ini menuturkan terkait metaverse.

Peneliti itu mengatakan bahwa metaverse memiliki potensi masalah masa depan seiring dengan eksistensinya.

"Potensi masalah masa depan (metaverse)," tulis peneliti yang dikutip oleh PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari laman The Conversation, pada Selasa, 18 Januari 2022.

Kemudian, dirinya membayangkan sebuah dunia virtual metaverse yang tampak lebih realistis, praktis, dan fantastis.

Baca Juga: Ilham Nugraha, Anak Pengemudi Taksi Online yang Berhasil Lolos Kuliah S2 di Amerika Serikat dengan LPDP

Hal ini menurutnya terjadi daripada apa yang terjadi di dunia nyata.

"Bayangkan jika seluruh layanan perbankan, misalnya, dapat diakses dalam secara virtual," tuturnya.

Menurutnya, kita tidak perlu menghabiskan waktu mengantri di customer service untuk sekadar mengganti kartu debit dan cetak buku tabungan.

Baca Juga: 5 Tanda Pasangan Terlalu Dominan dan Egois dalam Hubungan, Termasuk Cemburu

Hal itu karena semuanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang virtual tanpa harus meninggalkan rumah.

"Metaverse memang berpotensi menjadi teknologi yang sangat berguna bagi manusia," terangnya.

"Salah satunya bagi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik untuk melakukan mobilitas di dunia nyata," sambungnya.

Baca Juga: Ramalan Shio Tikus di Tahun Baru Imlek 2022: Karier Akan Lebih Sibuk dari Tahun 2021!

Lebih lanjut, dirinya menyatakan bahwa tetap saja inklusivitas metaverse masih dipertanyakan khususnya bagi yang mengalami keterbatasan penglihatan.

Selain itu, terdapat juga orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap internet.

"Tidak hanya itu, potensi adiksi terhadap metaverse akan lebih besar dari candu terhadap media sosial," ujarnya.

Baca Juga: Ahmad Riza Patria Minta Perkuat Satgas covid-19 untuk Hadapi Lonjakan Omicron

Pasalnya, sebuah riset menunjukkan kecanduan teknologi dan internet seperti media sosial, ponsel pintar, dan game dapat berujung pada depresi.

"Kita perlu riset untuk mengetahui bagaimana dampaknya jika seseorang mengalami ketagihan untuk hidup dalam metaverse," tegasnya.

"Apakah misalnya, pertemuan tatap muka akan terasa canggung dan kikuk dibanding interaksi manusia secara virtual," tambahnya.

Baca Juga: Link Nonton Bhayangkara FC vs Persebaya, Duel Sengit Papan Atas

Menurutnya, hal ini tidak menutup kemungkinan pula, para penduduk metaverse akan terpolarisasi sebagai akibat dari algoritma yang dapat berujung pada misinformasi, perundungan siber, dan perpecahan.

Bahkan, terkait kejahatan siber lintas negara, pencurian data pribadi, dan pelecehan seksual secara virtual yang akan menjadi semakin pelik.

"Untuk itu, negara perlu segera menyediakan payung hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," katanya.

Baca Juga: Poster Moon Knight Menunjukkan Senjata Bulan Sabit Khas dari Komik Marc Spector!

"Juga mengakomodasi pengaturan ranah virtual untuk mengatasi potensi masalah yang akan terjadi dalam metaverse," tutur sang peneliti.

Kemudian, dirinya memberikan pemahaman bahwa masyarakat perlu memberikan batasan sejauh mana metaverse perlu digunakan untuk menunjang aktivitas dan kehidupan sehari-hari.

"Gerakan logout secara berkala dapat dilakukan manusia tidak lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya berada di dunia nyata," terangnya.

Baca Juga: Poster Moon Knight Menunjukkan Senjata Bulan Sabit Khas dari Komik Marc Spector!

"Bukan dalam metaverse yang penuh dengan fantasi dan imajinasi sebagai bentuk eskapisme dari kehidupan di dunia nyata," pungkasnya.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler