Aplikasi Pembelajaran Kurang Dikenal, Bantuan Kuota Belajar Dinilai Kurang Maksimal

- 5 Oktober 2020, 12:44 WIB
Ilustrasi Belajar
Ilustrasi Belajar /Pikiran-Rakyat.com

PR TASIKMALAYA - Kuota Belajar bantuan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai masih belum bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Survei Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI pada 2-3 Oktober menyebut, akses aplikasi yang disediakan nyatanya belum sepenuhnya diketahui siswa dan guru.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekertaris Jenderal FSGI, Fahriza Marta Tanjung dalam konferensi pers virtual FSGI yang dipantau dari Jakarta pada Minggu, 04 Oktober 2020.

Baca Juga: Luapan Kali Ciliwung hingga 1,5 Meter Merendam Kebon Pala

Hasil suveri yang memperlihatkan 86,2 persen dari 116 guru tidak mengenal apliikasi agama islam bernama Aminin yang ada di Kuota Belajar, bukan hanya guru bahkan siswa pun tidak begitu mengenal aplikasi tersebut. 

"Bahkan pada siswa persentasenya lebih besar lagi sekitar 91,2 persen dari 295 siswa tidak mengenal aplikasi Aminin. Jadi kita bisa berkesimpulan bahwa aplikasi ini kurang dikenal baik pada guru maupun siswa," kata Fahriza dikutip dari Antara.

Bagi Guru Agama, untuk mengakses pendidikan agama islam aplikasi yang sering diakses adalah aplikasi video seperti Youtube, sedangkan aplikasi lain yang digunakan adalah aplikasi pesan seperti WhatsApp dan aplikasi Google Classroom sebagai aplikasi ruang kelas.
 

Untuk siswa berdasarkan survei, pembelajaran agama islam paling sering mengakses aplikasi berbasis pesan, aplikasi ruang kelas, aplikasi penyimpanan video dan aplikasi Al-Qur'an serta hadist.

Selain untuk aplikasi pembelajaran agama Islam, survei juga dilakukan untuk aplikasi pembelajaran bahasa Inggris dan menunjukan dari 80 guru aplikasi Duolingo menjadi aplikasi yang paling banyak dikenal dengan jumlah persentase 22,6.

Aplikasi pembelajaran bahasa Inggris lainnya yang diketahui oleh guru adalah Bahasao dengan 16,7 persen, Birru denan 11,9 persen dan aplikasi Cakap sebanyak 14,3 persen diketahui oleh guru. 
 

Sayangnya meskipun aplikasi Duolingo diketahui banyak guru namun aplikasi tersebut sangat jarang digunakan.
 
Hal tersebut dibuktikan berdasarkan survei dimana 79,8 persen tidak pernah memakai aplikasi Duolingi, sementara 13,1 persen kadang-kadang menggunakannya dan sebanyak 7,1 persen sering memakai aplikasi Duolingo.

Sama halnya dengan 560 siswa yang menjadi responden dimana aplikasi Duolingo lebih dikenal dengan 28,9 persen dibanding aplikasi Bahaso sebanyak 17,7 persen dan 8,0 persen untuk aplikasi Birru serta 15,4 persen untuk aplikasi Cakap.
 

Sebanyak 76,3 persen para siswa tidak pernah menggunakan aplikasi Duolingo sama seperti survei untuk Guru, hanya 7 persen siswa mengaku sering menggunakan aplikasi Duolingo sedangkan 16,8 persen kadang-kadang menggunakannya. 

"Berdasarkan hasil survei tersebut FSGI berkesimpulan bahwa masih ada aplikasi di luar rujukan Kuota Belajar lebih dikenal dan lebih banyak digunakan oleh guru dan siswa," katanya.

Dalam melaksanakan pembelajaran secara online atau daring, penggunaan aplikasi pembelajaran yang dapat digunakan oleh Kuota Pembelajaran ternyata bukan perangkat utama yang sering digunakan.
 
 
Hal tersebut karena tingkat pengenalan dan penggunaan yang sangat rendah untuk aplikasi-aplikasi yang bisa digunakan dalam kuota Belajar bantuan Kemendikbud. 

"Rendahnya tingkat pengenalan dan penggunaan juga berpotensi mengakibatkan rendahnya serapan jumlah kuota yang sudah dialokasikan pada kuota belajar," ujar Fahriza.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x