Wawancarai Kursi Kosong, Najwa Shihab Menunggu Kehadiran Menkes Terawan

- 29 September 2020, 17:50 WIB
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong yang seharusnya ditempati Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.*
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong yang seharusnya ditempati Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.* /YouTube.com/Najwa Shihab./

“Atau mungkin kehadiran Menteri Kesehatan di depan publik tidak terlalu penting?” sambungnya.

Baca Juga: Tambah Usia di Hari Ulang Tahunnya, Luhut Ingat Pesan Sang Ayah: Harus Bermanfaat di Sisa Umur

Najwa juga membahas soal banyaknya Menteri Kesehatan di berbagai negara yang memilih mundur sebab tak mampu menangani pandemi dengan baik.

Video itu pun sempat menduduki trending topik di Twitter dan telah ditonton jutaan kali. Warganet pun mengapresiasi Najwa Shihab.

Putri pendakwah Quraish Shihab itu dianggap telah menyuarakan keresehan masyarakat akan pandemi Covid-19 yang tak kunjung mereda.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Teman-teman, cukup banyak alasan mengapa diperlukan kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik. Mengundang dan/atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi. Jika tindakan itu dianggap politis, penjelasannya tidak terlalu sulit. Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Pak Terawan memang politis. Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik. Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik. Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan. Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya. Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya. Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi. Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang. Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka. Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara. Warga boleh mengajukan kritiik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan. Padu padan dukungan, usulan, atau keberatan itu tak ubahnya vitamin yang -- kadang rasanya dominan pahit tapi kadang juga manis -- niscaya menyehatkan jika disikapi sebagai proses bersama. #MataNajwaMenantiTerawan #CatatanNajwa

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on

***

Halaman:

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Instagram @bpptkg


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x