Para Ahli Prediksi Puncak Covid-19 Berlangsung Tahun Depan, RUU APBN 2021 Fokus Atasi Dampak Pandemi

- 26 September 2020, 18:59 WIB
ilustrasi virus Corona.*
ilustrasi virus Corona.* /Pikiran-rakyat.com

PR TASIKMALAYA - Hingga saat ini beberapa ahli epidemiologi menyatakan dengan penanganan Covid-19 yang masih lambat, diperkirakan puncak pandemi baru akan berlangsung di tahun 2021.

Berkaitan dengan hal tersebut Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta memandang Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2021 perlu fokus mengatasi pandemi dan dampaknya secara sosial ekonomi.

"Di dalam RUU APBN 2021 alokasi anggaran Kesehatan sebesar Rp 169,7 triliun atau 6,2 persen dari total Belanja Negara sebesar Rp 2.750 triliun yang terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 130,7 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 39,1 triliun. Anggaran ini rasanya belum memadai dengan melihat risiko pandemi yang masih besar,"
kata Sukamta, Sabtu 26 September 2020. 

Baca Juga: Bidan Desa Kalinusu, Siap Membackup Tim Keslap Satgas TMMD Reguler Brebes

Menurut Sukamta, dengan prediksi seperti ini, sangat wajar jika RUU APBN 2021 perlu mengalokasikan belanja yang cukup di sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi utamanya untuk membantu pelaku usaha kecil dan UMKM.

Ia memberikan saran pada pemerintah jangan hanya mengandalkan jurus pengadaan vaksin untuk atasi pandemi, karena banyak ahli katakan vaksin bukan satu-satunya cara.

"Artinya selain untuk atasi Covid-19 juga perlu anggaran kesehatan yang memadai untuk peningkatan dan perbaikan sistem dan pelaksanaan jaminan Kesehatan Nasional (JKN), peningkatan sarana prasana kesehatan, dan kapasitas tenaga kesehatan," ucap Sukamta.

Baca Juga: Salah Satu Karyawan untuk Team LCR MotoGP Dikonfirmasi Positif Covid-19

Pemerintah, lanjutnya, harus pula memberikan alokasi yang memadai untuk atasi dampak pandemi secara sosial ekonomi, mengingat antara lain perkiraan angka pengangguran terbuka pada tahun 2021 mencapai 7,7-9,1 persen sementara tingkat kemiskinan meningkat antara 9,2-9,7 persen.

“Dampak pandemi bisa jadi akan mencapai puncaknya pada tahun 2021, kondisi ini akan terasa semakin berat bagi warga miskin dan juga pelaku usaha kecil. Maka harus ada skema anggaran yang mamadai untuk jaring pengamanan sosial, akses pendidikan, dan pemulihan UMKM," papar Sukamta.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Muhammad Faisal menilai struktur RAPBN 2021 dengan defisit 5,7 persen, cukup realistis.

Baca Juga: Pejabatnya Dibunuh oleh Militer Korea Utara. Menlu Korsel: Upaya Perdamaian Akan Tetap Berjalan

Di sisi lain, ujar Faisal, anggaran kesehatan perlu diperbesar dan digenjot realisasinya karena kebutuhan penanganan pandemi masih tinggi pada tahun depan.

"Saya perkirakan baru pada 2021 (mulai mereda), tapi itu belum langsung, perlu waktu, mudah-mudahan semester kedua, artinya konsekuensi belanja pemerintah untuk penanganan Covid tetap harus besar," katanya di Jakarta, Senin, 21 September 2020.

Pemerintah, lanjut dia, perlahan mengurangi defisit dari tahun ini mencapai 6,34 persen menjadi 5,7 persen karena ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 masih tinggi pada 2021.

Toleransi defisit melebar karena pandemi virus corona ini akan berlangsung hingga 2022 dan akan kembali dalam batas maksimal sesuai amanat UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar tiga persen.

Baca Juga: Pejabatnya Dibunuh oleh Militer Korea Utara. Menlu Korsel: Upaya Perdamaian Akan Tetap Berjalan

Direktur Eksekutif Core Indonesia ini mengharapkan pelebaran defisit itu diarahkan optimal salah satunya dalam penanganan pandemi Covid-19.

Namun, dalam RAPBN 2021, anggaran kesehatan menurun dari Rp 212,5 triliun sesuai Perpres 72 Tahun 2020 menjadi Rp169,5 triliun, meski secara persentase nominal itu mencapai 6,2 persen dari RAPBN atau melebihi dari amanat undang-undang sebesar lima persen.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x