Tanggapi Wacana Amandemen UUD 1945 Soal Tiga Periode, Idris Laena: Langkah Gegabah di Masa Pandemi Covid-19

- 18 Maret 2021, 10:50 WIB
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena. /Instagram.com/@idris.laena/


PR TASIKMALAYA- Isu perihal wacana penambahana masa jabatan Presiden menjadi tiga periode yang saat ini banyak diperbincangkan, turut juga ditanggapi oleh Ketua Fraksi Golkar MPR RI Idris Laena.

Disampaikan Idris Laena bahwa wacana terkait jabatan Presiden tiga periode dengan melakukan amandemen terhadap Konstitusi UUD 1945 yang hendak memunculkan Pokok-Pokok Haluan Negara dianggap langkah gegabah karena dilakukan di masa pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan Idris Laena pada Rabu, 17 Maret 2021, pasalnya adanya wacana untuk mengamandemen UUD 1945 perihal masa jabatan Presiden yang semula dua periode menjadi tiga periode bukanlah momen yang tepat untuk dibahas pada saat ini.

Baca Juga: Olahraga Tidak Mampu Membuat Anda Kurus? Benarkah? Berikut Ulasanya

Seperti diketahui, isu penambahan jabatan Presiden tiga periode itu kian mencuat dan menuai banyak tanggapan akhir-akhir ini.

Bahkan, banyak yang menilai bahwa wacana penambahan jabatan ini merupakan sebuah ide yang buruk dan berbahaya.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam judul artikel "Ketua Fraksi Golkar MPR: Isu Presiden Tiga Periode Jangan Jadi Kegaduhan Baru di Tengah Pandemi", kepada wartawan, Idris Laena menuturkan saat ini bukanlah momen tepat membahas amandemen karena semua elemen bangsa.

Terutama pemerintah tengah berkonsentrasi mengatasi Pandemi Covid-19.

Baca Juga: Diundang Deddy Corbuzier, Via Vallen Ungkap Pengalaman Kelam dari Fansnya

“Termasuk mempersiapkan langkah-langkah pemulihan ekonomi pascapandemi, dan tidak perlu disibukkan dengan Isu-isu yang tidak mendesak yang justru akan menimbulkan kegaduhan baru,” kata Idris Laena.

Menurut Idris Laena, kalau dipaksaan bukan tidak mungkin menimbulkan kecurigaan.

Ia menambahkan masyarakat yang tidak mendapat informasi secara utuh, menduga-duga alasan di balik agenda amandemen konstitusi itu.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka di Jawa Barat Direncanakan Berlangsung Juli 2021, Pastikan Guru Divaksinasi

“Ada yang mengira bahwa Amandemen Konstitusi dibuat demi memuluskan Masa Jabatan Presiden tiga periode, Meskipun Presiden Joko Widodo telah mengklarifikasi berkali-kali bahwa Beliau tidak setuju dengan wacana tersebut mengingat beliau lahir dari sistem demokrasi yang telah diatur dengan baik dalam konstitusi saat ini,” ucap Idris Laena.

Namun, kecurigaan pasti akan terus muncul, apalagi ketika salah satu parpol melangkah lebih jauh dengan menginginkan Pilpres kembali dipilih oleh Anggota MPR.

“Untuk ini Partai Golkar dengan tegas menolak, karena akan mencederai reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata, serta akan menjadi Langkah mundur demokrasi di Indonesia,” tutur Idris Laena.

Baca Juga: Jokowi Bantah Inginkan 3 Periode, Refly Harun: Bisa Berubah, Didahului Gonjang-ganjing Politik

Sejatinya pembahasan oleh Badan Kajian MPR RI saat ini,diwacanakan hanya untuk menindak lanjuti Rekomendasi Anggota MPR RI Priode 2014-2019 yang merekomendasikan untuk mengkaji suatu sistem Pembangunan Nasional Model GBHN. Badan Pengkajian MPR RI lantas membuat Frasa Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN.

“Konsekuensi dari rencana adanya PPHN itulah sebetulnya yang menjadi pangkal masalah," ungkap Idris laena.

"Karena untuk melahirkan PPHN tersebut maka diperlukan pasal yang mengatur Kewenangan MPR untuk membuat TAP MPR atau Menambah Pasal yang mengatur Kewenangan MPR untuk membuat Pokok-Pokok Haluan Negara yang keduanyaberimplikasi pada Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” sambungnya.

Baca Juga: Unggah Foto  Kamar Rumah DP 0 Persen Anies Baswedan, Teddy Gusnaidi: Cuma Muat Satu Orang dan Satu Kecoa

Pada Dasarnya Fraksi Partai Golkar MPR RI dapat menerima jika Pokok-Pokok Haluan Negara tetap diperlukan untuk dibuat. Namun dengan produk hukum berupa Undang-Undang saja, sudah dapat mengakomodir kepentingan nasional.

“Karena Undang-Undang juga merupakan produk hukum yang mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia,” pungkas Idris Laena.***(Muhammad Irfan/Piikiran-Rakyat.com)

Editor: Arman Muharam

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah