Digantikan Edhy Prabowo, Berikut Alasan Susi Pudjiastuti Tak Diangkat Lagi Jadi Menteri KKP

- 25 November 2020, 13:47 WIB
Edhy Prabowo (kiri) ditangkap KPK, Susi Pudjiastuti pernah peringatkan kebijakannya.
Edhy Prabowo (kiri) ditangkap KPK, Susi Pudjiastuti pernah peringatkan kebijakannya. /Kolase Instagram/ @edhy.prabowo dan @susipudjiastuti115/

PR TASIKMALAYA - Ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dini hari tadi ramai diperbincangkan netizen.

Bahkan, tidak sedikit orang yang kemudian membandingkan dan mengaitkan penangkapan tersebut dengan nama mantan Menteri Perikanan dan Kelautan yang dikenal dengan jargon “Tenggelamkan” yaitu Susi Pudjiastuti.

Dari belasan ribu cuitan dengan tag dan kata kunci Bu Susi yang meramaikan media sosial Twitter, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Twitter pada Rabu, 25 November 2020.

Baca Juga: KPK Tangkap Menteri KKP, Gerindra: Berpengaruh Terhadap Elektabilitas Partai Tabokan Besar Prabowo

“Aneh-Aneh. Pak Jokowi sudah punya Srikandi sehebat Bu Susi. Pakek diganti Edhy. Ya begini... Bu Susi be like, "I'll be back. Tenggelamkan" (Terminator)," ujar salau satu warganet.

Hingga saat ini masih banyak orang terkejut bahkan tidak mengerti dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak memasukkan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti dari kabinet barunya pada bulan Oktober 2019 lalu.

Padahal, Susi adalah salah satu Menteri yang disukai publik karena sikap tegasnya terhadap penangkapan ikan ilegal selama masa pemerintahan Jokowi Jilid I.

Tapi terlepas dari dukungan publik kepada Susi, Jokowi justru memilih mantan anggota DPR Edhy Prabowo untuk menggantikannya. Sebagai seseorang yang dekat dengan Prabowo Subianto – lawan Jokowi selama dua pemilihan presiden terakhir - pemilihan Edhy dinilai sebagai langkah politik untuk menarik Prabowo ke dalam koalisi pemerintah.

Baca Juga: UMKM dan Investasi Jadi Fokus Pemulihan Ekonomi, Erick Thohir Sebut UU Ciptaker Bisa Mempermudah

Selanjutnya, meskipun kebijakan Susi berhasil menurunkan penangkapan ikan ilegal hingga 90 persen, gaya kepemimpinannya yang keras dinilai mengancam banyak pihak.

Sehingga, banyak yang berusaha menggulingkannya dari kursi menteri.

Selain itu, larangan Susi terhadap kapal asing juga menjadi sumber ketegangan antara dirinya dengan pelaku industri dan kelompok politik.

Susi diketahui menerapkan hukuman dan pencabutan izin operasi kepada seluruh perusahaan tanpa pandang bulu.

Hal ini tidak hanya membuat marah mereka yang beroperasi secara ilegal di Indonesia, melainkan juga mereka yang melakukan pelanggaran administrasi atau pajak yang bersifat ringan.

Baca Juga: KPK Tangkap Menteri KKP, Edhy Prabowo Pernah Jadi Tukang Cuci Hingga Tukang Pijat Prabowo Subianto

Lebih lanjut, beberapa saat lalu Jokowi juga menunda larangan cantrang – sejenis penangkapan pukat – tanpa batas waktu tertentu. Padahal, semula cantrang sudah dilarang melalui Peraturan Menteri No. 2/2015 bersama dengan berbagai jenis jaring pukat lainnya karena dianggap sebagai praktik penangkapan ikan yang merusak.

Namun akibat banyaknya protes nelayan , Jokowi kemudian memutuskan untuk menemui para perwakilan nelayan tersebut pada awal 2018. Dari hasil pertemuan tersebut, Jokowi langsung menginstruksikan Susi untuk memperpanjang masa transisi di Jawa tanpa batas waktu.

Perubahan aturan itu merusak citra politik Susi, yang berulang kali mengatakan bahwa pelarangan itu sudah bersifat final.

Lebih lanjut, hengkangnya Susi dari kabinet kedua Jokowi juga dipicu oleh keengganannya untuk membangun koalisi sendiri untuk mendukung visi dan tindakannya.

Baca Juga: Armenia Telah Akui Kekalahannya, Tentara Azerbaijan Melenggang Masuki Wilayah Kalbajar

Susi diketahui memadukan kebijakannya dengan gaya kepemimpinan sebagai sosok ‘wanita kuat’, yang merasa paling ‘benar sendiri’ yang akhirnya membuatnya terisolasi.

Sejak terjun ke dunia pemerintahan, Susi berusaha menjalin hubungan langsung dengan masyarakat dengan memanfaatkan apa yang dianggap orang lain sebagai kelemahan: sosok wanita dalam dunia milik pria; orang yang putus sekolah yang akhirnya berhasil; pebisnis yang sukses; dan seorang nenek yang merokok, bertato, dan berbicara secara terus terang.

‘Persona’ ini sangat disukai oleh masyarakat umum tetapi berkontribusi pada pengasingan Susi di dalam dan luar kementerian.

Dalam Kementerian Perikanan dan Kelautan, Susi memusatkan pengambilan keputusan hanya pada dirinya dan sejumlah individu tertentu. Perbedaan pendapat tidak ditoleransi dan dihukum dengan pemecatan atau penggantian.

Baca Juga: Musim Baru! Akun PUBG Jadi Incaran Pelaku Kejahatan Siber, ini Kata Ahli Keamanan Kaspersky

Dalam jangka panjang, hal ini memperburuk kementerian yang memang sudah terpecah - dengan banyak pejabat yang meragukan prioritas dan pendekatan Susi - dan perlahan-lahan memberi alasan pada banyak pihak untuk bergerak melawan Susi.

Pendekatannya memutus hubungan baik dengan banyak pelaku yang secara historis terlibat dalam industri perikanan, termasuk sejumlah asosiasi perikanan dan para peneliti kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Kelompok seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada awalnya sangat mendukung pendekatan Susi karena mereka diberi jalur untuk mempengaruhi kebijakan melalui berbagai komisi seperti Komisi Tuna dan Komisi Udang.

Namun, melewati pertengahan masa jabatannya, mereka merasa frustrasi dengan fokus Susi yang “berlebihan” pada penangkapan ikan ilegal sehingga mengorbankan kesejahteraan nelayan.

Baca Juga: Kendati Tidak Menyerah, Donald Trump Bersedia Beri Izin Trasisi Untuk Biden

Isolasi politik Susi menjadi semakin jelas setelah pertikaiannya dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada awal 2018.

Mereka meminta Susi untuk menghentikan peledakan kapal dan fokus pada pengembangan industri perikanan.

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x