PR TASIKMALAYA - Ketua Satgas Covid-19, Prof. Zubairi Djoerban merasa heran dengan masih adanya tuduhan dicovidkan oleh rumah sakit.
Keheranan Zubairi Djoerban itu diungkap melalui cuitan di akun Twitter-nya @ProfesorZubairi pada Senin, 21 Februari 2022.
"Heran, masih ada saja orang yang asal tuduh dicovidkan oleh rumah sakit," cuit Zubairi Djoerban seperti dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com.
Padahal menurut Zubairi Djoerban, rapid antigen dan PCR ulang merupakan prosedur yang lumrah dilakukan.
Apalagi hal itu dilakukan apabila pasien yang terkait masih menunjukkan sejumlah indikasi terpapar Covid-19.
Seperti kondisi pasien yang batuk, sesak, hipertensi, dan asma. Maka diperlukan tes ulang meskipun hasil tes pertama hasilnya negatif.
"Meski hasil swab rapid antigen di awal negatif ya harus dites kembali. Apalagi sudah lima hari. Baik itu tes antigen maupun PCR," ungkapnya.
"Perjalanan sakitnya pun punya beberapa gejala Covid-19 dan sudah berusia satu minggu—yang memungkinkan virus bertambah banyak dan baru terdeteksi," lanjutnya.
Lebih lanjut, Menurut Ketua Satgas Covid-19 PB IDI itu, keadaan tersebut sering terjadi, sehingga diperlukan pemeriksaan kembali.
"Kasus seperti itu memang sering ditemukan. Makanya diperlukan pemeriksaan ulang untuk memastikan," tulisnya.
"Sehingga pasien mendapat penanganan sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya," sambungnya.
Oleh karena itu, Zubairi Djoerban kembali menegaskan bahwa pemeriksaan ulang dilakukan untuk memastikan terpapar Covid-19 atau bukan.
Baca Juga: Pangeran William dan Kate Middleton Segera Pindah Rumah ke Pedesaan?
Sehingga menurutnya, prosedur tersebut dilakukan bukan bergujuan untuk mengcovidkan pasien.
"Saya rasa itu clear. Pemeriksaan ulang itu adalah untuk memastikan lagi dan mencegah pasien Covid-19 bercampur dengan nonCovid-19. Bukan berarti prosedur itu mengcovidkan pasien," tegasnya.
"Notabene, standar emas diagnosis Covid-19 ya PCR, yang akurasinya paling tinggi. Ini menjadi acuan," pungkasnya.***