PR TASIKMALAYA - Ketua DPP PSI, Tsamara Amany menyoroti pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU KUHP.
Tsamara Amany menyampaikan bahwa pasal penghinaan dalam RUU KUHP bisa menjadi pasal karet.
Sehingga menurut Tsamara Amany, pasal penghinaan Presiden tersebut harus ditolak.
Tsamara Amany pun mengakui bahwa memang ada perbedaan antara menghina dan mengkritik.
Namun, menurutnya pasal penghinaan berpotensi membungkam diskursus publik yang sehat.
Hal tersebut disampaikan Tsamara Amany di akun Twitter-nya @TsamaraDKI pada Senin, 14 Juni 2021.
"Memang benar kritik dan menghina adalah dua hal berbeda," cuit Tsamara Amany seperti dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com.
"Tapi pasal penghinaan bisa menjadi pasal karet yang punya potensi membungkam diskursus publik yang sehat," sambungnya.
Bagi Ketua DPP PSI itu, Indonesia sebagai negara dengan sistem demokrasi, butuh diskursus kritis.
Baca Juga: Polemik TWK KPK, Firli Bahuri Tiba-tiba Sebut Agenda Menyingkirkan Pegawai?
"Demokrasi butuh diskursus kritis," tulis Tsamara Amany.
Oleh karena itu, Tsamara Amany menilai pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU KUHP harus ditolak.
"Kita harus menolak pasal penghinaan Presiden/DPR," pungkasnya.
Baca Juga: Rizal Ramli Sebut Dana Haji Tunai Tinggal Rp18 Miliar dari Rp120 Triliun, Sisanya ke Mana?
Diketahui sebelumnya, RUU KUHP kembali mencuat setelah sebelumnya pada 2019 mendapat protes keras dari masyarakat.
Dalam RUU KUHP itu dimasukan pasal penghinaan Presiden dan DPR.
Adapun pasal penghinaan tersebut dapat memberikan ancaman penjara selama 3,5 tahun.
Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri, Novel Baswedan: Berantas Korupsi Harus Jujur
Tapi apabila penghinaan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden dilakukan melalui media sosial atau sarana elektronik maka bertambah jadi 4,5 tahun ancaman penjara.
Selanjutnya, apabila masyarakat dianggap menghina DPR bisa dipenjara maksimal 2 tahun.
***