Curahan Hati Perempuan Afghanistan Usai Pengambilalihan Negara oleh Taliban: Semuanya Telah Runtuh

- 23 Agustus 2021, 16:55 WIB
ILUSTRASI - Beberapa perempuan Afghanistan berbicara tentang kisah mereka saat sekarang Taliban berhasil ambil alih negara.
ILUSTRASI - Beberapa perempuan Afghanistan berbicara tentang kisah mereka saat sekarang Taliban berhasil ambil alih negara. /REUTERS/Alexander Cornwell.

PR TASIKMALAYA – Saat Taliban berkuasa di Afghanistan pada tahun 1996 hingga 2001, hak asasi untuk perempuan, seperti bekerja dan bersekolah, dilarang.

Kini, usai Taliban berhasil mengambil alih Afghanistan dari pasukan Amerika Serikat (AS), kelompok itu mengatakan mereka akan lebih moderat dan memperbolehkan perempuan untuk bersekolah dan bekerja.

Akan tetapi, tidak semua perempuan Afghanistan percaya akan janji Taliban tersebut, termasuk mereka yang masih muda.

Baca Juga: Rizky Billar Mengeluh Biaya Hidup Setelah Menikah Mahal, hingga Relakan Lesti Kejora Lakukan Hal Ini

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters, para perempuan Afghanistan ini berkisah tentang trauma yang dirasakan seperti apa yang diceritakan oleh kerabat mereka yang lebih tua terkait pemerintahan Taliban.

"Kami akan kembali ke kegelapan," kata salah satu mahasiswa yang dievakuasi ke Qatar.

Ia menggambarkan perasaan cemas dan takut dan, seperti orang lain, menolak untuk memberikan rincian yang dapat mengidentifikasi mereka atau keluarga di rumah karena alasan keamanan.

Baca Juga: Tak Sabar Jadi Kakek, Panggilan Ashanty ke Anang Hermansyah Jadi Sorotan

"Itu semua cerita yang kami dengar dari orang tua dan kakek-nenek kami, dan pada saat itu hanya sebuah cerita, tetapi sekarang seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan," ujar wanita kedua.

Mereka yang berbicara adalah empat dari ratusan siswa Afghanistan, kebanyakan perempuan, yang dievakuasi ke negara Teluk Arab.

Ketika terakhir kali memegang kekuasaan, Taliban secara ketat menegakkan interpretasi ultra-konservatif mereka, termasuk melarang perempuan pergi ke sekolah atau bekerja.

Baca Juga: Tak Sabar Jadi Kakek, Panggilan Ashanty ke Anang Hermansyah Jadi Sorotan

Banyak yang meragukan proklamasi kelompok itu yang menyebut kali ini hak-hak perempuan akan dilindungi di bawah kerangka Islam.

"Semua orang tahu betapa keras dan brutalnya era itu," kata wanita kedua di sebuah kompleks perumahan di ibu kota Doha yang menampung para pengungsi.

Dia mengatakan bahwa dirinya tidak percaya ada cukup guru perempuan di Afghanistan untuk kelas-kelas yang dipisahkan berdasarkan gender yang ditekankan oleh Taliban.

Baca Juga: Ceritakan Perasaan Saat Tahu Mantan Istri Menikah dengan Temannya, Zikri Daulay: Agak Awkward

Para perempuan itu mengatakan bahwa nilai-nilai Taliban termasuk asing bagi mereka.

Mereka juga menyebut tidak akan kembali ke Afghanistan selama kelompok itu memegang kendali, bahkan di bawah pemerintahan yang membagi kekuasaan.

"Saya merasa seperti saya tidak lagi menjadi bagian dari negara ini dan saya tidak dapat memiliki negara saya kembali karena situasinya semakin buruk dari hari ke hari," kata wanita ketiga.

Baca Juga: Kehamilan Aurel Jadi Topik Bahasan Makan Malam Keluarga, Anang Hermansyah: Jadi Calon Kakek...

"Kami membutuhkan waktu 20 tahun untuk membangun negara kami dan sekarang semuanya telah runtuh," tambah perempuan lain.

Wanita ketiga mengatakan dia mencoba membawa surat sebidang tanah, tetapi tertinggal di bagasi di bandara Kabul. Sekarang yang dia ingat tentang Afghanistan hanyalah paspornya.

Dia tidak tahu di mana akan menetap, tetapi mengatakan dirinya bertekad untuk melakukan yang terbaik untuk menemukan rumah baru dan menyelesaikan studinya.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 23 Agustus 2021: Ricky Mengakui Semuanya hingga Elsa Berteriak Histeris

"Saya akan melakukan apa pun yang bisa saya lakukan karena saya tidak melihat masa depan di Afghanistan," tandasnya.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah