PR TASIKMALAYA - Febri Diansyah tanggapi terkait, 74 Guru Besar dari berbagai universitas dan juga lintas disiplin ilmu meminta agar hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK dibatalkan.
Permintaan sejumlah Guru Besar untuk batalkan TWK KPK itu mendapat ditanggapi secara serius oleh eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Menurut Febri Diansyah, permintaan pembatalan hasil TWK KPK oleh Guru Besar itu merupakan suara akal sehat.
Baca Juga: Turnamen Dota 2 Digelar Agustus 2021, Valve Siapkan Hadiah Ratusan Miliar Rupiah
Hal itu disampaikan Febri Diansyah di akun Twitter-nya @febridiansyah pada Minggu, 16 Mei 2021.
"Suara Akal Sehat," cuit Febri Diansyah menangapi permintaan sejumlah Guru Besar itu, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com.
Febri Diansyah mengatakan bahwa akal sehat akan mudah mengerti bahwa ada kejanggalan pada TWK KPK.
Yang hasil akhirnya adalah menyingkirkan 75 pegawai KPK terbaik.
"Para guru bangsa telah bersuara," tulis Febri Diansyah.
"Akal sehat dengan mudah paham ada masalah serius Tes Wawasan Kebangsaan yang menyingkirkan 75 pegawai KPK terbaik," lanjutnya.
Baca Juga: Pantai Pangandaran Sempat Viral di Medsos, Susi Pudjiastuti: itu Pantai Batu Karas
Menurut eks Juru Bicara KPK itu, persoalan TWK KPK bukan terkait lolos atau tidak.
Tapi menurutnya, tes untuk pegawai KPK yang bermasalah.
"Ini bukan soal lulus atau tidak lulus, tapi tes yang bermasalah," ungkap Febri Diansyah.
"Apalagi non-job pegawai tidak punya dasar hukum yang kuat," tambahnya.
Baca Juga: Hubungi PM Israel, Joe Biden Pastikan Dukungan Penuh Bagi Aksi Israel di Jalur Gaza
Febri Diansyah pun mempertanyakan kepentingan dari TWK.
"TWK kepentingan siapa?" tanyanya.
Diketahui, sebanyak 74 Guru Besar meminta KPK membatalkan hasil TWK.
Karena menurut mereka, TWK KPK memiliki permasalahan yang serius.
Baca Juga: Rayakan Idul Fitri di Wisma Atlet, Arafah Rianti: Lebarannya Sampai Jam 9, Sisanya Tidur
Permasalah serius itu, salah satunya bertentangan dengan hukum dan juga terdapatnya pertanyaan-pertanyaan janggal dalam TWK.
Adapun 75 Guru Besar itu, beberapa di antaranya yaitu Prof. Emil Salim, Prof. Azyumardi Azra, Prof. Sigit Riyanto, dan Prof. em. Dr. Franz Magnis-Suseno.***