PR TASIKMALAYA - Untuk kesekian kalinya, Amerika Serikat mengerahkan dua kapal induk ke Laut Cina Selatan.
Hal itu dilakukan ketika Tiongkok dan Amerika Serikat saling menuduh telah memicu ketegangan di wilayah tersebut.
USS Nimitz dan USS Ronald Reagan melakukan operasi dan latihan militer di jalur air yang diperebutkan itu antara 4 Juli 2020 dan 6 Juli 2020, lalu kembali ke wilayah itu pada hari Jumat, 17 Juli 2020.
Baca Juga: Dugaan Kuat Kasus Kematian Editor Metro TV: Jasad Dibuang hingga Korban Dibunuh Rekan Kerja
“Grup Nimitz dan Reagan Carrier beroperasi di Laut Cina Selatan, untuk memperkuat komitmen kami pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, sebuah peraturan berdasarkan aturan internasional, dan kepada sekutu serta mitra kami di kawasan ini,” ujar komandan Nimitz, Laksamana Muda Jim Kirk, dikutip oleh PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari situs Reuters.
Kehadiran perusahaan penerbangan itu tidak menanggapi peristiwa politik atau dunia yang kini tengah tegang.
Tetapi hubungan antara Washington dan Beijing saat ini menegang atas segalanya mulai dari virus corona baru hingga polemik Hong Kong.
Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Dikabarkan Google Menghapus Palestina dari Peta dan Diganti oleh Nama Israel
Retorika yang memanas telah meningkat di kawasan ini, di mana Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam menantang klaim Tiongkok atas sekitar 90% wilayah laut.
Tiongkok mengadakan latihan militer di laut awal bulan ini, dan hal itu menuai kecaman keras dari Vietnam dan Filipina.
Pada saat yang sama Angkatan Laut AS juga melakukan latihan yang telah direncanakan sebelumnya.
Angkatan Laut AS mengatakan kapal induknya telah lama melakukan latihan di Pasifik Barat, termasuk di Laut Cina Selatan, yang membentang sekitar 1.500 km (900 mil).
Baca Juga: Sama-sama Lanjut Usia, Seorang Suami Jual Istrinya Lewat Media Sosial dengan Harga Rp 400.000
Pada satu titik baru-baru ini, Amerika Serikat memiliki tiga kapal induk di wilayah tersebut.
Sekitar $ 3 triliun (Rp 44.392 Triliun) perdagangan melewati Laut Cina Selatan setiap tahun.
Amerika Serikat menuduh Tiongkok berusaha mengintimidasi tetangga-tetangga Asia yang mungkin ingin mengeksploitasi cadangan minyak dan gasnya yang luas.***