Semakin sedikit virusnya dalam sebuah spesimen maka akan mempengaruhi hasil polymerase chain reaction (PCR).
Kemungkinan ketiga adalah reaktivasi yaitu seperti virus 'tidur' di dalam tubuh seseorang, karena mungkin daya tahan tubuhnya sudah ada perbaikan tapi kemudian aktif kembali.
Hasil tes PCR dipengaruhi dengan spesimen pasien yang diperiksa. Spesimen yang diambil untuk PCR terkadang mempengaruhi tingkat akurasi.
Baca Juga: Hari Pertama Penerapan PSBB di Kota Tasikmalaya, Masih Banyak Ditemukan Pelanggaran
Berdasarkan penelitian yang membandingkan spesimen dari pasien yang diduga terpapar Covid-19 ada beberapa jenis pemeriksaan yang memiliki akurasi lebih tinggi.
Pemeriksaan yang dibandingkan adalah bronkus, pharyngeal test atau tes swab faring, naso swab, dan juga swab dari dahak.
“Memang kalau yang bilasan bronkus atau bilasan paru angka kepositifannya di atas 93 persen, tapi itu invasif,” kata Andika.
Baca Juga: Siap Sukseskan PSBB Kota Tasikmalaya, Satu Pleton Pasukan Brigif 13/Galuh Diterjunkan
Pemeriksaan spesimen dengan bilasan bronkus hanya dilakukan untuk kondisi tertentu karena selain invasif untuk tubuh juga berisiko karena bisa aerosol dan terhirup oleh dokter.
“Pemeriksaan tenggorokan tingkat akurasinya hanya 60 sampai 70 persen, sisa gap 30 persen itu yang memberikan kemungkinan false negative dari sebuah tes PCR,” kata dia.