PR TASIKMALAYA – Ketua Forum Komunikasi Pembibitan Indonesia (FKPI) Noufal Hadi mengaku khawatir timbulnya potensi monopoli insdustri peternakan.
FKPI merasakan ketidakadilan soal pembagian kuota impor pembibitan ayam indukan broiler atau Grand Parent Stock (GPS) antara perusahaan integrator besar dengan peternak mandiri.
FKPI menilai bahwa perusahaan integrator besar berpotensi menguasai bisnis dari hulu hingga hilir yang akan berdampak merugikan peternak mandiri.
Oleh karena itu FKPI meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk bisa transparan perihal kuota GPS.
“ Mohon pihak Kementan bisa transparan, karena kami mendapat informasi peternak pembibit GPS kecil dan menengah justru mengalami pemangkasan kuota antara 50n hingga 60 persen,” kata Noufal dalam rilis yang diterima PikiranRakyat-Tasikmalaya.com.
Transparansi yang dituntut oleh FKPI ialah sesuai pelaksanaan surat Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) nomor B-15002/PK.010/F2.5/12/2020 pada 15 Desember 2020.
Baca Juga: Tanggapi Lucinta Luna yang Menangis di Hadapan Deddy Corbuzier, Ferdinand Hutahaean: Tidak Penting!
Perusahaan yang dimaksud oleh FKPI ini Charoen Pokphand Indonesia dan Japfa yang telah mendapat kuota GPS yang besar.
Besaran kuota GPS sebanyak 64 persen, sedangkan 36 persen dibagikan ke 17 perusahaan lainya.
Sehingga menurut Naufal perbedaan tersebut dapat berpotensi adanya monopoli dalam penentuan harga Day Old Chicken (DOC) atau bibit.
Baca Juga: Real Madrid Memastikan Langkah Mereka Lolos ke 8 Besar Liga Champions Eropa
FKPI juga mengeluhkan peternak mandiri atau Usaha Mikro Kecil (UMK) yang kesulitan membeli DOC dari perusahaan integrator.
Terlebih juga penetanan sistem skor untuk menentukan jumlah kuota GPS yang akan diterima.
“Inilah yang jadi soal, ada peternak pembibitan UMK yang skornya baik malah diklurangi lebih banyak, sementara integrator tetap banyak,” ujar Noufal.