Namun, meski Partai Demokrat melakukan tindakan elegan tersebut, tetap saja tersemat label ‘baper’ oleh segelintir pihak.
“Ketua umum AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang mengundang pers untuk mendengarkan kronologi kudeta, adalah bentuk perlawanan,” tegas Hinca Pandjaitan.
Hinca Pandjaitan menjelaskan, upaya yang dilakukan AHY tersebut, ia nilai sebagai bentuk perlawanan dan keberanian AHY atas percobaan kudeta yang datang dari salah satu pembantu presiden di istana.
“Tidak ada yang ditutupi, bahkan sejumlah pengamat politik menganggap perlu melakukan klarifikasi kepada presiden, itu disebut langsung oleh Mas Burhanuddin Muhtadi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hinca Pandjaitan menyebutkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Partai Demokrat sama halnya seperti yang dilakukan oleh KH Zainal Mustafa, yang merupakan pahlawan nasional dari Tasikmalaya.
KH Zainal Mustafa, kerap kali menyerukan perlawanan kepada para penjajah melalui khutbah-khutbahnya.
“Terakhir, kudeta tersebut pada akhirnya terungkap. Kudeta itu mati langkah. Sang inisiator kudeta, tidak mampu lagi bergerak ke depan karena kader-kader Demokrat impulsif menyatakan kesetiaan,” ujar Hinca Panjaitan.
“Mereka juga kini menunduk malu untuk berjalan ke belakang, ke kiri maupun ke kanan, apalagi ‘sang ayah’ sudah menegur anaknya. Perlawanan ini bukan saja sudah dilakukan, tapi ternyata Demokrat memenangkannya. Sekian,” sambung Hinca Panjaitan.***