Tamrin menuturkan klarifikasinya merupakan chat pribadi dirinya dengan Akhmad Sahal yang merupakan pengurus NU di Amerika.
“Konteks pembicaran saat itu adalah membahas kondisi kehidupan kelompok Miskin Kota (MISKOT) di perkampungan Kumuh Miskin (KUMIS) Jakarta,” tutur Tamrin.
Baca Juga: Disebut Gerakan Diam, Muhammadiyah: Kami Tidak Teriak-Teriak Hebat, Kita Tunjukan dengan Amal
“NU dan Muhammadiyah kurang menyambangii dan mendampingi meringankan beban kehidupan Ummat kelompok MISKOT di perkampungan KUMIS Jakarta,” tambah Tamrin.
Tamrin menjelaskan bahwa hal tersebut yang menjadikan FPI mengisi kekosongan konteks tersebut.
“FPI punya konsep "Kiai Kampung yang pintu rumahnya terbuka 24 jam untuk Ummat kelompok MISKOT di perkampungan KUMIS,” ucap Tamrin.
Baca Juga: Kasatgas Covid-19 Jabar Minta Penerima Vaksin Covid-19 Tidak Abai Protokol Kesehatan
“Jakarta; sama seperti terbukanya 24 jam pintu rumah para Kiai NU di pedesaan Jawa dan Kalimantan,” tandasnya.
Dalam cuitan klarifikasi terakhirnya, Tamrin menuturkan untuk bertanya langsung kepada Pandji perihal penggunaan kata rakyat dan elitis.
“Penggunaan kata-kata: "rakyat" dan "elitis" sebaiknya ditanyakan kepada Sdr. Panji sendiri,”pungkas Tamrin.