PR TASIKMALAYA - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menyampaikan pendapatnya terkait demokrasi di Indonesia.
Dalam cuitan di akun Twitternya, Fahri Hamzah menyebut bahwa dalam negara demokrasi, tradisi kritik tidak boleh berhenti.
"Sebuah bangsa yang mengambil pilihan demokrasi maka tak boleh tradisi kritisnya berhenti," tulis Fahri Hamzah dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari akun Twitter
@Fahrihamzah pada Selasa, 12 Januari 2021.
Baca Juga: JKT48 Kurangi Anggotanya, Bintang Iklan Afiqah: Bersyukur Jadi Bagian dari Grup ini
Mantan anggota MPR tersebut juga menjelaskan bahwa untuk menjaga stabilitas demokrasi di Indonesia, maka yang perlu dikumpulkan adalah para intelektual dan peneliti.
Sebuah bangsa yang mengambil pilihan demokrasi maka tak boleh tradisi kritisnya berhenti. Tapi, agar tradisi kritik tak dicurigai sebagai gerakan politik maka ia harus berdiri dan mengumpulkan kaum intelektual dan para peneliti, bukan para politisi yg kadung dicurigai.— #GS2020KolaborasiYuk (@Fahrihamzah) January 11, 2021
"Tapi, agar tradisi kritik tak dicurigai sebagai gerakan politik maka ia harus berdiri dan mengumpulkan kaum intelektual dan para peneliti, bukan para politisi yg kadang dicurigai," imbuhnya.
Dalam cuitan lainnya, Fahri Hamzah juga mengungkapkan bahwa kritik dan pandangan dari Presiden lama sangat diperlukan agar kritik menjadi lebih terdengar dan tidak terkesan sembarangan.
Baca Juga: Akunnya Diblock Haikal Hassan, Muannas Alaidid: Kalo yang Lapor Diblock Nanti Rugi Sendiri
"Wibawa presiden lama kita perlukan agar kritik lebih terdengar. Dan agar data dan kata2 yang keluar tidak dianggap sembarangan," ungkapnya.
Wibawa presiden lama kita perlukan agar kritik lebih terdengar. Dan agar data dan kata2 yang keluar tidak dianggap sembarangan. Kita harus hidup dalam tradisi kritik yang konsisten. Itulah jalan kedewasaan dalam berdemokrasi. Itu jalan kita. Jalan bangsa besar.— #GS2020KolaborasiYuk (@Fahrihamzah) January 11, 2021
Selain itu, Fahri Hamzah juga menyebut bahwa masyarakat harus hidup dalam tradisi kritik yang konsisten karena hal tersebut merupakan jalan kedewasaan dalam berdemokrasi.
"Kita harus hidup dalam tradisi kritik yang konsisten. Itulah jalan kedewasaan dalam berdemokrasi. Itu jalan kita. Jalan bangsa besar," pungkasnya.***