"Ini adalah kecelakaan yang terjadi. Saya akan tanggung jawab semua dan saya akan membeberkan apa yang saya lakukan. Ini tanggung jawab penuh saya dunia dan akhirat. Saya akan menjalani pemeriksaan ini Insya Allah mohon doa kepada teman-teman, saya minta maaf ke keluarga besar partai," tuturnya.
Selanjutnya, Edhy Prabowo akan menjalani masa penahanan untuk 20 hari pertama di rutan Gedung Merah Putih KPK.
Dalam kasus ini, Edhy Prabowo sebagai Menteri KKP pada 14 Mei 2020 telah mempublikasikan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 mengenai Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Baca Juga: Diego Maradona Meninggal Dunia, Pemerintah Argentina Gelar Acara Berkabung Selama Tiga Hari
Edhy Prabowo memilih Andreau Pribadi Misata untuk menjadi Staf Khusus Menteri sekaligus sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Safri sebagai Staf Khusus Menteri yang juga menempati posisi Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).
Tugas tim tersebut salah satunya ialah untuk mengontrol kelengkapan administrasi dokumen yang diserahkan oleh calon eksportir benur.
Kemudian, di awal bulan Oktober 2020, Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) menyambangi kantor KKP di lantai 16 dan menemui Safri.
Baca Juga: Edhy Prabowo Ditetapkan Jadi Tersangka, Uang Suap Dipakai Belanja Barang Mewah saat Berada di AS
Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan lewat forwarder PT Aeor Citra Kargo (ACK) dengan harga angkut Rp1.800 per ekor yang kemudian menjadi persetujuan antara Amiril Mukminin (Sespri menteri KKP) dengan Andreau dan Siswadi (pengurus PT ACK).
Dari ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga telah mengirim sejumlah uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564.