Desakan PSBB Diminta Muhammadiyah kepada Joko Widodo karena Alasan Ini

30 Juni 2021, 20:50 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi). /Tangkapan Layar Youtube/Sekretariat Presiden

PR TASIKMALAYA - PP Muhammadiyah meminta Presiden RI Joko Widodo untuk segera menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Muhammadiyah meminta penerapan PSBB paling tidak untuk seluruh provinsi di pulau Jawa selama minimal 3 minggu.

Desakan penerapan PSBB yang diminta Muhammadiyah kepada Joko Widodo tersebut didasari oleh beberapa faktor.

Baca Juga: Jawaban Menohok Rizky Billar Terkait Ramalan Rumah Tangganya Bersama Lesti Kejora

Menurut Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah Agus Samsudin, desakan penerapan PSBB diberlakukan di Pulau Jawa karena melihat situasi terkini pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Berdasarkan data pemerintah dari website Covid19.go.id menunjukkan terjadi peningkatan kasus per hari yang sangat tinggi sejak Maret 2020," katanya dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari siaran pers PP Muhammadiyah, pada 30 Juni 2021.

Pada Minggu, 27 Juni 2021 saja kasus Covid-19 mencapai 21.342. Lalu, dalam sehari terjadi peningkatan di seluruh provinsi di Indonesia.

Baca Juga: Heboh Berita Anang Hermansyah Meninggal Dunia, Ashanty dan Aurel Geram: Kalau Kita Mau Cari Gampang

Sehingga total pasien yang terpapar Covid-19 di Indonesia kini mencapai 2.115.304 orang, terhitung sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan pada 2 Maret tahun lalu.

"Berdasarkan data dari vaksin.kemkes.go.id menunjukkan angka positif rate pun ternyata mengalami peningkatan tajam menjadi lebih 20% pada 16 provinsi di Indonesia," jelas Agus Samsudin.

Tercatat, terdapat 5 provinsi yang kasusnya paling tinggi diantaranya; DKI Jakarta mencapai 9.394 kasus baru, Jawa Barat kurang lebih 3.988 kasus baru.

Baca Juga: Ji Sung Bicara Soal Karakter Kang Yo Han dalam Drakor The Devil Judge

Lalu ada Jawa Tengah mencapai 2.288 kasus baru, dan Provinsi Jawa Timur ada 889 kasus Covid-19 baru, serta ada DIY 830 kasus baru.

"Peningkatan kasus Covid-19 mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan di Indonesia, karena kurangnya ruang perawatan pasien Covid-19," ungkap dia.

Belum lagi kondisi kurangnya jumlah tenaga kesehatan, dan kurangnya suplai logistik medis. Seperti oxigen, alat pengaman diri atau APD dan obat-obatan yang saat ini mendesak diperlukan.

Baca Juga: IFRC Sebut Kondisi dan Situasi Covid-19 di Indonesia yang Mengkhawatirkan

Diperparah dengan kondisi Bed Occupancy Rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan pasien Covid-19 sudah mencapai angka lebih 90% di sejumlah daerah.

"Sementara fasilitas isolasi mandiri baik itu komunal atau pun pribadi diluar fasilitas kesehatan yang layak masih sangat terbatas (di banyak daerah di Indonesia)," keluh Agus Samsudin.

Kondisi terbatasnya fasilitas isolasi mandiri tersebut berdampak pada banyaknya angka kunjungan ke rumah sakit.

Baca Juga: Pasca Keluar dari Penjara, Jerinx SID Dinilai sebagai Orang yang Pintar Beropini oleh dr. Tirta

"Dan menyebabkan rumah sakit membludak karena tidak mampu menampung dan merawat pasien Covid-19," ujar dia.

Fakta dilapangan banyak pasien Covid-19 harus menunggu di IGD.

Bahkan banyak yang tidak bisa mendapat perawatan di rumah sakit, karena alasan rumah sakit sudah tidak mampu lagi menerima pasien Covid-19.

Baca Juga: Ungkap Harga Operasi Hidung yang Dilakukan, Ivan Gunawan: Mahal, Pake Kuping

Kondisi Parah karena Masuknya Virus Covid-19 Varian Baru

Agus Samsudin menambahkan, kondisi lonjakan kasus Covid-19 dan banyak rumah sakit rujukan Covid-19 kolaps salah satunya karena masuknya virus Covid-19 varian baru Alpha, Beta dan Delta).

"Alpha, Beta, dan Delta ini masuk ke Indonesia dengan tingkat penularan yang sangat tinggi ditambah dengan pemberlakukan PPKM Mikro yang tidak efektif menekan mobilitas warga," ucap dia.

Mobilitas masyarakat baik yang masuk dari luar negeri maupun masyarakat yang pindah antar daerah.

Baca Juga: Ivan Gunawan Siap Nikahi Ayu Ting Ting, Ibunda Hubungi Umi Klasum hingga Mahar Rp5 Miliar Telah Disiapkan?

"Sedangkan ketaatan warga terhadap prokes sangat rendah. Apalagi pencapaian vaksinasi Covid-19 asih sangat minim," ujarnya. ***

Editor: Dini Novianti Rahayu

Sumber: Siaran Pers

Tags

Terkini

Terpopuler