SK Gubernur Jabar Terkait Penanggulangan Covid-19 Dikecam Kalangan Pondok Pesantren

- 16 Juni 2020, 07:35 WIB
Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH. Atam Rustam
Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH. Atam Rustam /Aris MF

PR TASIKMALAYA - Keluarnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang protokol kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan pesantren kini menuai pro dan kontra.

Bahkan di Kabupaten Tasikmalaya hal tersebut menjadi polemik yang dinilai telah merendahkan pondok pesantren.

Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH. Atam Rustam bahkan mengecam keluarnya SK tersebut. Atam yang juga salah satu Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Sukamanah Kabupaten Tasikmalaya menilai, SK Gubernur Jawa Barat soal penanggulangam Covid 19 di lingkungan pesantren dinilai cacat moral dan etika.

Baca Juga: Guru Bertanya tentang Pekerjaan Rumah, Siswa di Malaysia dengan Santai Keluar dari Grup WhatsApp

"Pasalnya isi yang tertuang dalam SK tersebut terkesan mengancam eksistensi pondok pesantren di Jawa Barat," jelas dia, Senin 15 Juni 2020.

Atam menuturkan dalam SK Gubernur Jawa Barat nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 itu disebutkan bahwa pesantren-pesantren di Jawa Barat diminta untuk membuat surat pernyataan kesanggupan dengan tiga poin utama.

Poin pertama yakni bersedia untuk melaksanakan protokol kesehatan penanganan Covid-19 dalam menjalankan aktivitas selama pandemi Covid-19. Kedua, bersedia untuk menyediakan sarana dan prasarana yang wajib diadakan berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan pondok pesantren.

Baca Juga: AS Jaga Pertahanan Gabungan dengan Korea Selatan, Semenanjung Korea Semakin Tegang dan Memanas

"Dan ketiga, ini yang paling ironis, bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan, jika terbukti melanggar protokol kesehatan penanganan Covid-19. Bahkan surat pernyataan itu harus ditandatangani di atas materai Rp 6.000," kata Atam.

Meski mungkin saja niat dari peraturan ini baik, namun Atam menilai, jika aturan itu dianggap cacat moral dan etika. Pasalnya pesantren ini lembaga pendidikan mandiri yang eksistensinya tidak ditanggung oleh pemerintah sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan negeri lainnya.

Kalaupun ada pesantren yang menerima bantuan dari pemerintah, dia menyebut, hanya alakadar.

Baca Juga: Berada di Pihak Joe Biden, Mantan PM Malaysia Mahathir Sebut Donald Trump sebagai 'Bencana'

"Tidak ada jaminan semua pesantren dari yang kecil sampai yang besar bisa dengan mudah mendapatkan bantuan pemerintah," ujar Atam.

Ditambahkan Atam, jika membuat peraturan, pemerintah diminta tidak mengancam eksistensi pesantren. Jika dalam aturan yang disusun terdapat nada ancaman, aturan yang mengancam itu yang menjadi bukti kecacatan moral dan etika pemerintah atas eksistensi pesantren selama ini.

Setidaknya, ujarnya, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh fasilitas infrastruktur utama penanggulangan Covid-19 ada dan disediakan oleh pemerintah di seluruh pesantren di Jawa Barat tanpa terkecuali.

Baca Juga: Guru Bertanya tentang Pekerjaan Rumah, Siswa di Malaysia dengan Santai Keluar dari Grup WhatsApp

"Selama fasilitas dan infrastruktur itu tidak ada dan tidak disediakan oleh pemerintah, tidak usahlah membuat aturan dengan nada ancaman. Tidak pantas," tegasnya.

Apalagi keberpihakan pemerintah atas pesantren di tengah pendemi Covid-19 ini, dinilai Atam, masih sangat jauh dirasakan oleh yang ada di pesantren.***

Editor: Gugum Rachmat Gumilar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x