PR TASIKMALAYA – Semenjak batal mengunjungi Irlandia Utara bulan lalu lantaran masalah kesehatan, Ratu Elizabeth II jadi lebih sering absen dari tugasnya sebagai pemimpin Kerajaan Inggris.
Terbaru, yaitu Ratu Elizabeth II yang dilaporkan mengalami cedera punggung pada Minggu kemarin hingga acara Remembrance Sunday pun terpaksa dipimpin oleh putra sulungnya, Pangeran Charles.
Meski sering absennya Ratu membuat Pangeran Charles makin bisa menunjukkan taringnya di Kerajaan Inggris.
Akan tetapi di sisi lain hal ini juga membuat posisi Pangeran Charles tidak aman.
Dilansir PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari laman Express, rasa tidak aman ini muncul dari gejolak ancaman ‘pemberontakan’ yang makin sering disuarakan pendukung gerakan organisasi bernama Republik semenjak Ratu Elizabeth II jatuh sakit bulan lalu.
Saat ini, Ratu Elizabeth II sudah genap berusia 95 tahun.
Baca Juga: Teuku Ryan Rela Resign dari Perusahaan Demi Ria Ricis, Nagita Slavina Terkejut: Kok Kamu Mau Sih?
Dan cedera punggung yang dialaminya Minggu pagi kemarin, diprediksi tim dokter baru akan sembuh selang tiga bulan kemudian.
Hal ini berarti untuk minimal selama tiga bulan ke depan, urusan Kerajaan Inggris akan dilimpahkan kepada Pangeran Charles yang berada di urutan pertama pewaris takhta saat ini.
Seandainya saja kondisi sang Ratu tidak kunjung membaik, maka Pangeran Charles yang kini sudah berusia 73 tahun, bisa menjadi Raja Inggris lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Baca Juga: Sinopsis Melancholia Episode 3, Ini Cara Yoon Soo untuk Memotivasi Seung Yoo Agar Lebih Giat
Banyak pengamat mengatakan bahwa langkah Pangeran Charles setelah jadi Raja nanti bakalan tidak mulus.
Sebab salah satu kelompok anti monarki yaitu Republik baru-baru ini telah mengeluarkan pernyataan resmi seputar hal yang akan mereka lakukan jika Pangeran Charles sudah naik takhta nanti.
Yaitu untuk segera melancarkan ‘pemberontakan’ lewat gelaran referendum.
Jika berhasil digelar, referendum ini akan menentukan masa depan Inggris Raya.
Apakah tetap ingin dipimpin oleh keluarga kerajaan atau berganti menjadi negara republik yang dipimpin seorang presiden.
Pengamat menilai aksi Republik yang bersikeras ingin memberontak ini sebagai perbuatan yang tidak mementingkan negara sama sekali.
Terbukti dari bagaimana Republik sangat ingin melengserkan keluarga Kerajaan Inggris.
Padahal keberadaan keluarga kerajaan diyakini berhasil membuat Inggris menjadi salah satu negara maju di dunia.
Sebab keluarga kerajaan mendatangkan keuntungan berlipat-lipat ganda untuk kas negara khususnya dari sektor pariwisata.
Baca Juga: Vanessa Angel Disebut Hamil Muda Saat Meninggal, Ayah Bibi Ardiansyah: Kami Tahu…
Tidak peduli dengan pandangan para pengamat, pemimpin Republik yaitu Graham Smith mengatakan bahwa referendum akan cepat atau lambat segera digelar di Inggris.
Hal ini terjadi lantaran begitu Pangeran Charles naik takhta, ketidakpuasan rakyat Inggris Raya terhadap keluarga kerajaan bakal mulai merangkak naik.
“Untuk pertama kalinya masyarakat akan melihat perubahan pemimpin yang akan memicu perdebatan. Sebab pemimpin baru langsung naik begitu saja tanpa dilakukan diskusi terlebih dulu,” jelas Graham Smith.
Baca Juga: Madam Louisa soal Vanessa Angel yang Meninggal Akibat Kecelakaan: Merasa Dia Belum Pergi
Diakui sang pemimpin Republik, adanya ketidakpuasan soal Pangeran Charles yang berhasil naik takhta cuma gegara faktor warisan bakal memecah belah opini masyarakat Inggris sehingga ‘pemberontakan’ agar referendum digelar pun tidak bisa terelakkan lagi.***