Satu-satunya fasilitas moderen untuk belajar melukis, baik Asia maupun Eropa, adalah bahasa Jepang.
Meski ada perlawanan dari kaum tradisionalis Korea, pengaruh Jepang tidak tertahankan.
Pelukis terkenal di masa tersebut bernama Kim Un-ho, Yi Sang-bom, Ko Hui-dong, Yon Kwan-shik, dan No Su-hyon.
Setelah Perang Dunia II, lukisan tradisional Korea mulai mengambil gaya ekspresi moderen, seperti bisa dilihat dari hasil karya kelompok pelukis radikal seperti Kim Ki-ch’ang, Pak Nae-hyon, dan Pak No-su.
Pengenalan gaya Barat ke Korea melalui Tiongkok di abad 18 hampir tidak memiliki catatan sejarah.
Tahun 1899 seorang pelukis Belanda diundang ke istana Joseon Korea untuk melukis potret raja dan putra mahkota. Ini dinilai menghina pelukis tradisional istana Korea.
Ketika Ko Hui-dong kembali dari masa studi mempelajari teknik lukisan cat minyak di Jepang, dia diejek di depan umum ketika ingin melukis menggunakan cat minyak.