Studi Baru Tunjukkan Risiko Rawat Inap dan Penyakit Parah Omicron di Afrika Selatan Lebih Sedikit dari Delta

23 Desember 2021, 08:53 WIB
Ilustrasi - Sebuah studi terbaru di Afrika Selatan menunjukkan bahwa lebih sedikit risiko rawat inap dan penyakit parah akibat Omicron dari Delta. //Pixabay/

PR TASIKMALAYA – Sebuah penelitian terbaru di Afrika Selatan menunjukkan pengurangan risiko rawat inap dan penyakit parah pada orang yang terinfeksi varian virus corona Omicron dibandingkan dengan Delta.

Meskipun demikian, peneliti mengatakan beberapa di antaranya mungkin karena adanya kekebalan populasi terhadap Omicron akibat vaksin di Afrika Selatan yang tinggi.

Pertanyaan tentang virulensi Omicron menjadi inti perdebatan ilmiah dan politik di banyak negara, setelah varian itu ditemukan di Afrika Selatan beberapa bulan lalu.

Pemerintah di banyak negara, termasuk Afrika Selatan, bergulat dengan bagaimana menanggapi penyebaran Omicron sementara para peneliti berlomba untuk memahaminya.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Apakah Keinginan Anda akan Terwujud? Pilih Satu Kartu untuk Mengetahuinya

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari Reuters, studi baru, yang belum ditinjau sejawat, berusaha menilai tingkat keparahan penyakit dengan membandingkan data.

Data yang dibandingkan yakni tentang infeksi Omicron pada bulan Oktober dan November dengan data tentang infeksi Delta antara April dan November, semuanya di Afrika Selatan.

Analisis dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) dan universitas besar termasuk Universitas Witwatersrand dan Universitas KwaZulu-Natal.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Bola Ajaib Mana yang Anda Pilih? Ungkap Bagaimana Nasibmu, Salah Satunya Cinta

Mereka menggunakan data dari empat sumber, yakni data kasus Covid-19 nasional yang dilaporkan ke NICD, laboratorium sektor publik, satu lab sektor swasta besar, dan data genom untuk spesimen klinis yang dikirim ke NICD dari laboratorium diagnostik swasta dan publik di seluruh negeri.

Para peneliti menemukan risiko masuk rumah sakit kira-kira 80 persen lebih rendah bagi mereka yang terinfeksi Omicron dibandingkan dengan Delta.

Sedangkan bagi mereka yang dirawat di rumah sakit, risiko penyakit parah kira-kira 30 persen lebih rendah.

Baca Juga: Begini 'Keterlibatan' Meghan Markle dalam Kasus Pelecehan Seksual Pangeran Andrew

Namun, mereka memasukkan beberapa peringatan dan memperingatkan agar tidak berkesimpulan tentang karakteristik intrinsik Omicron.

“Sulit untuk menguraikan kontribusi relatif dari tingkat kekebalan populasi sebelumnya yang tinggi versus virulensi intrinsik yang lebih rendah terhadap keparahan penyakit yang diamati lebih rendah,” jelas mereka.

Paul Hunter, seorang profesor kedokteran di Universitas Inggris East Anglia, menggambarkan studi Afrika Selatan sebagai penting.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca DKI Jakarta Kamis, 23 Desember 2021: Waspada Hujan Lebat dan Petir di Siang hingga Sore Hari

Ia menambahkan bahwa hal itu adalah studi pertama yang dilakukan dengan benar yang muncul dalam bentuk pra-cetak pada masalah keparahan Omicron versus Delta.

Namun Hunter mengatakan kelemahan utamanya adalah membandingkan data Omicron dari satu periode dengan data Delta dari periode sebelumnya.

"Jadi meskipun kasus Omicron lebih kecil kemungkinannya untuk berakhir di rumah sakit daripada kasus Delta, tidak mungkin untuk mengatakan apakah ini karena perbedaan virulensi yang melekat atau apakah ini karena kekebalan populasi yang lebih tinggi pada bulan November dibandingkan dengan sebelumnya,” ujarnya.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Apakah Anda Keras Kepala? Ketahui Jawabannya Berdasarkan Posisi Tidur

"Sampai batas tertentu ini tidak masalah bagi pasien yang hanya peduli bahwa mereka tidak akan sakit parah. Tetapi penting untuk diketahui untuk memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang kemungkinan tekanan pada layanan kesehatan," jelasnya.

Hasil studi besar oleh Imperial College London yang dirilis minggu lalu menunjukkan tidak ada tanda bahwa Omicron lebih ringan dari Delta, meskipun data rawat inap masih sangat terbatas.

Penelitian itu juga belum ditinjau sejawat dan diterbitkan dalam jurnal medis.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler