Mengenal Istilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

16 September 2023, 07:28 WIB
Ilustrasi menulis. /PIXABAY/Pexels

PR TASIKMALAYA - Bahasa merupakan sarana manusia dalam berkomunikasi. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi di seluruh wilayah Indonesia. Kita tentu mengenal dan sering mendengar moto “Gunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”.

Perpres Nomor 63 Tahun 2019 menjelaskan tentang Penggunaan bahasa Indonesia. Pasal 2 ayat (1) dalam Perpres tersebut tertulis bahwa “Penggunaan bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Lantas, apa yang dimaksud dengan bahasa yang baik dan benar?

Bahasa Indonesia yang baik tidak dapat dipisahkan dari konteks masyarakat bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik bukan hanya berdasarkan kaidah kebahasaan. Jika hanya berdasarkan kaidah, komunikator pengguna bahasa Indonesia akan sangat kaku. Selain itu, komunikasi pun tidak akan berjalan dengan baik, bahkan dapat terjadi kesalahpahaman.

Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Bahasa Indonesia yang baik perlu mempertimbangkan aspek situasi, lawan bicara, dan lokasi.

Baca Juga: Sejarah Baru! Indonesia Lolos Piala Asia di 3 Level yang Berbeda Sekaligus

Hal pertama yang menjadi pertimbangan agar dapat disebut sebagai bahasa yang baik adalah aspek situasi. Situasi penggunaan bahasa terdiri atas dua, yaitu situasi resmi dan nonresmi. Pada situasi resmi, bahasa Indonesia dituturkan dalam ragam baku, sedangkan pada situasi nonresmi, bahasa Indonesia adalah ragam tidak baku.

Misalnya, dalam situasi tawar-menawar di pasar, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian atau keheranan. Akan sangat aneh apabila dalam percakapan di pasar digunakan bahasa baku seperti berikut.
1) T: "Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?"
J: "Bayam ini berharga lima ribu rupiah per ikat."
T: "Bolehkah saya menawarnya?"
J: "Boleh. Berapakah Ibu akan menawarnya?"

Percakapan (1) merupakan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang benar, tetapi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Untuk situasi nonformal di pasar, penggunaan bahasa yang baik adalah seperti berikut.

2) T: "Berapa bayamnya?"
J: "Lima ribu."
T: "Boleh kurang?"
J: "Berapa?"

Baca Juga: Puasa di Bulan Muharram Setara dengan Sya'ban, Paling Utama Setelah Ramadhan

Dari segi bentuk, kalimat dalam percakapan (2) bukan merupakan bentuk baku seperti kalimat dalam percakapan (1). Akan tetapi, kalimat tersebut lebih komunikatif karena digunakan sesuai dengan situasi pemakaian.

Hal kedua yang menjadi pertimbangan adalah lawan bicara. Saat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, orang yang memiliki jabatan tinggi tentu akan berbeda pemilihan bahasa yang digunakan dibandingkan berkomunikasi dengan teman sebaya atau orang yang sudah akrab.

Saat berbicara dengan guru tidak mungkin menggunakan ujaran, “Woy, gua mau tanya!”. Hal tersebut tentu tidak sopan. Ujaran yang seharusnya digunakan tentu yang terdengar lebih halus dan sopan, “Bapak/Ibu, saya izin untuk bertanya.”

Tuturan kedua tentu terdengar lebih baik didengar. Hal tersebut berkaitan pula dengan nilai norma dan sopan santun di dalam masyarakat. Sebagai penutur bahasa Indonesia harus mengetahui batasan-batasan ketika berbicara dengan lawan bicara.

Baca Juga: Mengintip Makna Istilah Hari Asyura di Bulan Muharram, Berkaitan dengan Peristiwa Penting Penciptaan Langit

Hal ketiga yang menjadi pertimbangan adalah lokasi penggunaan bahasa Indonesia. Indonesia merupakan negeri kepulauan. Tidak dapat dipungkiri, penggunaan bahasa Indonesia sendiri dipengaruhi oleh bahasa daerah. Banyak bahasa yang memiliki bentuk penulisan yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.

Hal itu dapat dilihat dari penggunaan kata “butuh”. Pada daerah tertentu, kata itu dekat dengan makna ‘kemaluan laki-laki’. KBBI juga menyebutkan kata “butuh” dalam ragam kasar memiliki makna ‘kemaluan laki-laki; zakar’. Jika kata tersebut harus digunakan di daerah yang bersangkutan dan dirasa kurang sopan serta harus diganti, penutur bahasa Indonesia yang baik dapat memilih kata “perlu” untuk menghindari kesalahan penafsiran.

Selain bahasa Indonesia yang baik, Perpres Nomor 63 Tahun 2019 juga membahas tentang bahasa yang benar. Bahasa yang sesuai dengan kaidah baku disebut sebagai bahasa yang benar. Bahasa yang bener adalah bahasa yang sesuai dengan aturan bahasa Indonesia, yakni KBBI dan EYD Edisi V.

Bahasa yang benar dapat dilihat dari segi lisan dan tulis. Jika dalam bahasa lisan, bahasa yang benar dapat dilihat dari artikulasi dan pelafalan. Pengucapan huruf yang tidak jelas dapat memengaruhi bahasa menjadi tidak benar. Misalnya, kata “nafas” yang seharusnya diucapkan “napas”. Lalu, pengucapan “kenapah” yang seharusnya diucapkan “kenapa”.

Selanjutnya, dalam bahasa tulis, bahasa yang benar dapat dilihat dari ejaan yang baku dan penggunaan tanda baca. Misalnya, kata “sholat” yang seharusnya ditulis “salat”. Selain itu, kalimat “kucing makan tikus mati” tentu tidak sama dengan “kucing makan, tikus mati”. Tanpa tanda koma, sebuah kalimat dapat memiliki pemaknaan yang berbeda.***

Editor: Al Makruf Yoga Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler