Dampak Pandemi Covid-19, Dolar Amerika Serikat Jatuh ke Lever Terendah

- 16 September 2020, 13:05 WIB
ILUSTRASI uang.*
ILUSTRASI uang.* /ALEXANDER MILS/PEXELS/

PR TASIKMALAYA - Dolar jatuh ke level terendah dua minggu terhadap yen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah ekspektasi Federal Reserve akan mempertahankan sikap suramnya tentang ekonomi Amerika Serikat karena bergulat dengan pandemi Covid-19, dan mempertahankan suku bunga AS mendekati nol untuk beberapa waktu.

The Fed memulai pertemuan dua hari pada Selasa 15 September 2020 dan para analis memperkirakan bank sentral Amerika Serikat akan menegaskan kebijakan suku bunga nol saat ini selama tiga tahun ke depan, pandangan yang selanjutnya dapat membebani dolar.

Para analis tidak memperkirakan pandangan kenaikan suku bunga dari Fed pada Rabu waktu setempat, tetapi jika itu benar-benar terjadi, itu bisa menjadi positif bagi dolar.

Baca Juga: Kebakaran di Washington, Sarah Present: Sangat Berbahaya, Asap Bahkan Tercium hingga ke Dalam Rumah

"Berita besar untuk besok adalah kenaikan suku bunga 2020. Apa yang kami harapkan adalah bahwa Fed memproyeksikan tidak ada kenaikan suku bunga hingga 2023. Jika mereka menaikkan suku bunga di sana, ekuitas dan komoditas akan dijual dan dolar akan reli," kata Greg Anderson, kepala strategi valas global di BMO Capital Markets di New York.

Dalam perdagangan sore, dolar turun 0,3 persen terhadap yen menjadi 105,46, setelah pada awal sesi meluncur ke level terendah dua minggu di 105,30 yen.

Terobosan di bawah 105,20 yen bisa membuka jalan untuk penjualan teknis lebih lanjut, kata analis.

Baca Juga: Bongkar Kebobrokan Manajemen di Pertamina, Ahok: Gak Ada Kerjaan Dibayar, Gila Aja Nih!

"Bank sentral Amerika Serikat akan mewaspadai ketidakpastian yang akan dibawa oleh pemilihan presiden Amerika Serikat dan tidak ingin menyebabkan kekacauan yang tidak perlu di pasar keuangan," kata Fawad Razaqzada, analis pasar, di ThinkMarkets.com di London.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya sedikit berubah pada 93,062, karena greenback pulih setelah euro membalikkan kenaikan sebelumnya.

Euro terakhir turun 0,1 persen pada 1,1851 dolar. Sebelumnya, euro menguat setelah survei sentimen ekonomi ZEW menunjukkan sentimen investor di Jerman naik pada September, meskipun ada hambatan dari Brexit dan meningkatnya infeksi virus Corona.

Baca Juga: Jadi Saksi dalam Kasus Korupsi RTH Kota Bandung, 9 Pegawai Bank Dipanggil oleh KPK

Euro bersama dengan mata uang terkait komoditas seperti dolar Australia dan dolar Selandia Baru menguat setelah data Tiongkok positif semalam. Hasil industri Tiongkok meningkat dan penjualan ritel tumbuh untuk pertama kalinya tahun ini, melampaui perkiraan para analis.

Data ekonomi positif mendorong yuan ke level tertinggi sejak Mei 2019 terhadap dolar, yang terakhir turun 0,4 persen pada 6,779 yuan di pasar luar negeri.

Ekuitas Amerika Serikat juga menguat, karena minat terhadap aset-aset berisiko meningkat.

Baca Juga: Diduga Tertular Menteri Edhy Prabowo, Kapolres Kupang Dikonfirmasi Positif Covid-19

"Apa yang mendorong ekuitas dan dolar adalah kombinasi dari penyediaan likuiditas yang cukup oleh Fed dan sebagian darinya adalah meningkatnya optimisme untuk vaksin dan pemulihan global," kata Anderson dari BMO.

Pemulihan global kemungkinan besar akan mengarah ke tempat lain. Eropa berada di depan dalam kurva Covid-19 dan Tiongkok jauh di depan dalam kurva Covid."***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x