BSSN Nilai Keamanan Siber Indonesia Membaik dari Tahun Sebelumnya

- 25 September 2020, 06:20 WIB
ILUSTRASI kejahatan siber*
ILUSTRASI kejahatan siber* /PETE LINFORTH/PIXABAY/

PR TASIKMALAYA - Pertumbuhan jenis serangan siber di tahun 2020 sebelumnya diprediksi akan lebih kompleks dari sebelumnya. Semakin canggih teknologi, maka akan semakin canggih juga celah kejahatannya.

Maka dari itu, setiap organisasi harus selalu tetap waspada untuk memperhatikan keamanan yang akan berdampak pada bisnisnya di masa depan.

Hal itu disampaikan Kepala Sub Direktorat Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional III Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sigit Kurniawan.

Baca Juga: Merasa 'Panas' dengan Negara Maju Lainnya, Indonesia Kini Berencana Siapkan Jaringan 5G

Dalam seminar daring ‘Waspada Kejahatan Pembajakan Kode Rahasia’ pada Kamis 24 September 2020, ia mengatakan kondisi keamanan siber di Indonesia pada 2020 lebih baik dari tahun lalu.

"Berdasarkan data pada penilaian terhadap 76 negara, pada penilaian 2019 Indonesia berada pada ranking kedua terburuk setelah Algeria, namun segera membaik pada 2020, pada peringkat 21," ujar Sigit dikutip dari Antara.

Adapun aspek yang dinilai, lanjut Sigit, di antaranya persentase serangan malware pengguna di sektor keuangan, persentase komputer yang terkena malware.

Baca Juga: Pernyataan Gatot Nurmantyo Soal PKI Disebut 'Kolot', PDIP: Isu itu Udah Ga Laku!

Lalu persentase serang botnet dari daerah asal, persentase serangan cryptominers atau sindikat penambang cryptocurrency atau mata uang digital, kesiapan dari serangan siber, dan kebijakan atau policy.

Kondisi keamanan siber di Indonesia juga membaik menurut data dari ITU mengenai Global Cybersecurity Index yang melakukan penilaian terhadap 194 negara.

Pada 2017 Indonesia menempati posisi 70, dan meningkat pada penilaian tahun 2018 dengan berada pada posisi 41. Aspek yang dinilai, antara lain legal, technical, organizational, capacity building dan cooperation.

Baca Juga: Tanggapi Ucapan Gatot Nurmantyo Soal PKI, Ustadz Hilmi: Harusnya Ajak Nonton Drakor Biar Jadi Wapres

Meski demikian, data dari pusat operasi keamanan siber nasional BSSN menunjukkan terjadinya kenaikan serangan siber secara tahun-ke-tahun dari Januari hingga Agustus.

"Serangan siber dari Januari hingga Agustus 2019 sebanyak 39.330.231, dan pada periode yang sama di tahun 2020, total serangan sebanyak 189.937.542 atau hampir lima kali lipat kenaikannya," kata Sigit.

Untuk kasus data breach sepanjang periode Januari hingga Agustus 2020, terdapat 36.771 akun data yang tercuri, di sejumlah sektor, termasuk sektor keuangan.

Baca Juga: Faktor Kesehatan dan Ekonomi Dibuat Seimbang, Erick Thohir dan Jokowi Dinilai Sudah Sejalan

Sementara itu, penetrasi pengguna internet di Indonesia saat ini sebesar 64 persen.

"Ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar tersendiri, baik yang positif untuk kegiatan dunia maya, maupun menjadi kerawanan tersendiri juga untuk keamanan siber," Sigit melanjutkan.

Terhadap kondisi siber Indonesia terkait spam dan phishing, pada 2019 Indonesia menempati urutan ketiga dari 20 negara yang paling banyak terkena spam botnet dengan presentasi 5,8 persen dari total.

Baca Juga: Pandemi Membuatnya Ingin Terus Ciptakan Karya Unik, Seniman Jepang Buat Masker 'Ramen 3 Dimensi'

Selanjutnya, dilihat dari peta serangan phishing kuartal kedua 2020, Indonesia mengalami serangan phishing sebesar 7,6 persen dari total penduduk atau berada pada level moderate.

Untuk aduan siber pada periode Januari hingga September 2020, paling banyak terkait konten negatif dengan jumlah 1048 aduan, diikuti kasus penipuan online sebanyak 649 aduan.

"Data BSSN 2020, memperlihatkan kerentanan dari sektor bank bahwa kerentanan siber terbesar ada pada minimnya security awareness dengan persentase 49 persen," kata Sigit.

Baca Juga: Mencuat Kabar Habib Rizieq Meninggal Ditabrak Unta, Ketua Umum PA 212: Orang Bodoh yang Sebar

Hal ini, menurut Sigit, sejalan dengan data ISM bahwa elemen kunci pada manusia menyumbang 50 persen dibanding elemen proses dan teknologi.

"Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki perang yang penting keamanan siber dibanding kecanggihan teknologi, maupun ketatnya pengawasan terhadap proses atau prosedur," ujar Sigit.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x