KPAI hingga P2G Minta Kemendikbud Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh

- 2 November 2020, 11:00 WIB
Sejumlah siswa SMP mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui saluran televisi Bandung 132 di Cibangkong, Bandung, Jawa Barat, Selasa. 13 Oktober 2020.
Sejumlah siswa SMP mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui saluran televisi Bandung 132 di Cibangkong, Bandung, Jawa Barat, Selasa. 13 Oktober 2020. /Antara/Raisan Al Farisi
PR TASIKAMALAYA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19 untuk dievaluasi.
 
Hal itu menyusul banyaknya kasus dampak dari kebijakan ini, salah satunya kasus bunuh diri seoramg siswa SMP di Tarakan Kalimantan Utara oada Selasa, 27 Oktober 2020 lalu.
 
Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari RRI, hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti pada Senin, 2 November 2020.
 
 
"KPAI mendorong Kemdikbud RI, Kementerian Agama RI, dinas-dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada fase kedua yang sudah berjalan selama 4 bulan," kata Retno.
 
Sementara itu, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru, Satriwan Salim menyebut, pembenahan mengenai PPJ baiknya menjadi prioritas kebijakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
 
"Adanya kasus seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi PJJ daring dan luring secara komprehensif. Termasuk evaluasi berbagai regulasi terkait PJJ seperti Kurikulum Darurat.
 
 
"Pola memberikan tugas sebagai bentuk interaksi itu yang mendominasi. Kami melihat pola pemberian tugas yang menjadi metode interaksi antara guru dan siswa di PJJ fase kedua ini masih terjadi.
 
"Ini yang mestinya dilakukan evaluasi, P2G meminta kepada Kemendikbud untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap PJJ, artinya agar PJJ ini ada perbaikan perbaikan, dalam hal ini guru. Bagaimana dinas pendidikan berkoordinasi dengan Kemendikbud,” jelas Satriwan.
 
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengungkapkan, adanya peserta didik yang depresi sampai memutuskan untuk bumuh diri salah-satunya disebabkan oleh beban dari PJJ.
 
 
FSGI menyayangkan pihak-pihak yang semestinya melindungi peserta didik, justru kerap terburu-buru menyangkal motif dugaan dibalik bunuh diri siswa.
 
Adanya sikap terburu-buru mengenai penyangkalan motif dugaan bunuh diri oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi peserta didik siswa disayangkan oleh FSGI.
 
"Penyangkalan ini yang pada akhirnya mengakibatkan pelaksanaan PJJ fase 2 secara signifikan tidak ada perubahan," kata Heru.
 
 
Dalam kesempatan lain, Kepala Biro Humas Kemendikbud, Evy Mulyan mengklaim PJJ yang dilaksanakan selama pandemi Covid-19 ini tidak adanya beban untuk menuntaskan pencapaian kurikulum yang ada dalam kenaikan kelas atau kelulusan.
 
“PJJ hadir memberi pengalaman belajar yang bermakna, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan,” kata Evy.
 
Dalam penyusunan PPJ yang telah dilakukan Kemendikbud telah memperhatikan kondisi yang kemungkinan bisa terjadi selama pandemi Covid-19.
 
 
Berbagai alternatif diberikan oleh Kemendikbud dalam Pembelajaran Jarak Jauh agar bisa diterapkan sehingga tidak ganya terbatas pada gawai serta akses internet. 
 
"Aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar siswa dengan memperhatikan kondisi psikologis siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah," ujarnya.
 
Evy tidak membenarkan mengenai kematian siswa yang bunuh diri di Tarakan karena menurutnya hal tersebut bedada di bawah kementrian yang berbeda.
 
 
“Siswa tersebut adalah siswa MTs, sebaiknya ditanyakan ke Kemenag sesuai kewenangan,” tandas Evy.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x