Tak Mampu Beli Obat, Penderita Obesitas Minta Bantuan Pemerintah untuk Turunkan Berat Badannya

1 Juli 2020, 11:07 WIB
Penderita obesitas Heni Jubaedah didampingi suaminya Agus Saripudin sedang menjelaskan ihwal penyakitnya dan berharap ingin mendapatkan bantuan pengobatan di rumahnya di Dusun/Desa Gudang RT 03/RW 03, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 30 Juni 2020.* /Pikiran-rakyat.com/Adang Jukardi /

PR TASIKMALAYA - Penderita obesitas, Heni Jubaedah (47) warga Dusun/Desa Gudang RT 03/RW 03, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, memohon bantuan pemerintah setempat melalui media massa.

Ia ingin dirinya sembuh dari penyakitnya itu, namun ia mengakui bahwa dirinya tak punya biaya untuk berobat.

Suaminya Agus Saripudin (51) yang menjadi tulang punggung keluarga, berpenghasilan rendah. Agus bekerja sebagai buruh bangunan dan hal itu membuat mereka harus hidup serba kekurangan.

Baca Juga: Trump Disebut Sudah Menyerah dalam Tangani Covid-19 AS, Joe Biden: Ia Telah Kibarkan Bendera Putih

Karena tidak punya uang, Heni tidak mampu untuk membeli obat penurun lemak (berat badan-red) sesuai resep dokter. Apalagi bagi Heni harganya relatif mahal.

Terlebih, Heni juga tidak memiliki kartu BPJS kesehatan tanggungan pemerintah. Sehingga, untuk berobat ke dokter harus mengeluarkan biaya sendiri.

Sebelumnya, dirinya sempat meminta bantuan kepada pemerintah Desa Gudang untuk bisa berobat gratis di RSUD Sumedang.

Disyukuri, pemerintah desa membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebagai pengantar berobat ke RSUD Sumedang.

Baca Juga: Diduga AC Rumah Sakit Meledak, Tujuh Pasien Covid-19 di Mesir Tewas Terbakar

Akhirnya pemerintah desa membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebagai pengantar berobat ke RSUD Sumedang.

Ia pun bisa berobat ke dokter dan Heni meminum obat diet dari dokter tersebut, dan berat badannya menurun dari asalnya 130 kilogam jadi 122 kilogram.

Namun sayangnya, Heni kini tidak mampu berobat lagi karena keterbatasan dana dia tidak punya uang untuk ongkos transport dan biaya lainnya, sehingga surat SKTM-nya yang sebelumnya dia terima keburu habis masa berlakunya atau sudah kadaluarsa.

"Namun, saya tetap berharap istri saya bisa berobat di RSUD Sumedang supaya bisa cepat sembuh. Kalau tidak berobat, saya khawatir berat badannya terus bertambah hingga menimbulkan penyakit lainnya,” kata Agus.

Baca Juga: Merasa Khawatir, Akhirnya Jimin Ungkap Alasan V BTS Menjadi Lebih Murung dan Jarang Bicara

Artikel ini pernah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul Usai Berat Badan Turun 8 Kg, Penderita Obesitas di Sumedang Ini Minta Bantuan Dana Berobat Lanjutan.

Sementara itu, Heni mengakui bahwa berat bdannya terus bertambah sejak melahirkan anak ketiganya, Ia tidak bekerja dan sering diam di rumah.

Padahal ia tidak senang mengonsumsi makanan yang berlemak, seperti bakso, es krim, jeroan daging sapi, telur, keju, dll. Hanya saja, sebelumnya ia senang mengonsumsi gorengan.

Selain itu, pola amaknnya juga dinilainya tidak terlalu teratur dan sangat buruk.

Baca Juga: YG Entertainment Ungkap Tanggal Rilis Reality Show '24/365 BLACKPINK'

“Kalau makan, sesukanya saja. Rata-rata 3 kali sehari, terkadang sampai 5 kali. Mungkin juga saya karena kurang gerak atau banyak cimekblek (berdiam diri) di luar rumah. Kalau dulu ketika punya anak satu, saya bekerja di pabrik pahpir (kertas rokok) sehingga banyak bergerak,” tuturnya.

Meski alami obesitas, dia bersyukur tidak merasakan sakit, sesak napas atau pusing. Tekanan darah dan jantungnya pun normal.

Ia masih bisa berdiri, jongkok, dan berjalan. Kecuali jika berdiri dan berjalan terlalu lama, tidak kuat dan napasnya sesak.

"Cuma keluhannya, kalau sudah jongkok mau berdiri, sulit karena seperti ada yang mengganjal di bawah perut. Kalau mau berdiri, kedua tangan harus menahan di permukaan ember besar,” ujar Heni.

Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 Dunia Terus Bertambah, Indonesia Alami Penurunan Peringkat di Asia Tenggara

Saat bulan Ramadhan kemarin, Heni mengalami sait pada bagian pinggang, alami kaki kesemutan dan sering mengantuk.

Dan saat diperiksa ke klinik, ternyata kata dokter Heni terlalu gemuk sehingga harus diberi obat penurun lemak dan diet.

"Saat itu berat badannya 130 kg. Setelah minum obat dan diet lalu kontrol lagi ke klinik, alhamdulillah turun menjadi 122 kg. Cuma sekarang obatnya habis. Mau beli lagi, enggak punya uang,” kata Heni mengeluh seraya memohon bantuan.

Tapi meski tidak berobat lagi, kini ia berupaya menjalankan program diet sesuai anjuran dokter.

Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 Dunia Terus Bertambah, Indonesia Alami Penurunan Peringkat di Asia Tenggara

Ia makan nasi beras merah 2 kali sehari dengan sayur-sayuran, banyak minum air putih dan banyak makan buah-buahan di sore hari.

Serta menghindari makan nasi putih, makanan berlemak dan berminyak, ikan asin, teh manis, dan lain-lain.*** (Adang Jukardi)

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler