Pangeran William dan Kate Middleton Terima Protes Perdana Menteri Jamaika untuk Bebas dari Monarki Inggris

- 24 Maret 2022, 16:37 WIB
Pangeran William dan Kate Middleton menerima protes Perdana Menteri Jamaika untuk bebas dari Monarki Inggris.
Pangeran William dan Kate Middleton menerima protes Perdana Menteri Jamaika untuk bebas dari Monarki Inggris. /REUTERS/Phil Noble

PR TASIKMALAYA - Pangeran William dan Kate Middleton dihadapkan dengan sebuah kontroversi.

Kontroversi yang melibatkan Pangeran William dan Kate Middleton tersebut terjadi saat pertemuan resmi di Karibia.

Dikabarkan Pangeran William dan Kate Middleton bertemu dengan Perdana Menteri Jamaika, yakni Andrew Holness.

Selama Pertemuan Pangeran William dan Kate Middleton dengan Andrew Holness, Perdana Menteri Jamaika tersebut langsung membahas niat negaranya untuk melepaskan diri dari monarki Inggris.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Ungkap Karakter Seseorang dari Bentuk Wajah, Ada yang Ambisius

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari People, merujuk pada protes anti-kolonial yang terjadi di tengah kedatangan pasangan itu di Jamaika.

Seruan agar Jamaika menjatuhkan nenek dari Pangeran William yakni Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara.

"Kami sangat, sangat senang memiliki Anda dan kami harap Anda telah menerima sambutan hangat dari orang-orang," ujarnya.

"Jamaika adalah negara yang sangat bebas dan liberal, dan orang-orangnya sangat ekspresif dan saya yakin Anda akan melihat spektrum ekspresi kemarin," sambungnya.

Baca Juga: 3 Alasan Wajib Nonton Pachinko, Salah Satunya Berkisah Tentang Masa Penjajahan Jepang di Korea

Merujuk pada sambutan hangat pasangan itu di Trenchtown, yang mengikuti protes menyerukan reparasi budak dari monarki Inggris di ibukota negara itu.

"Ada masalah di sini, yang seperti Anda tahu, belum terselesaikan, tetapi kehadiran Anda memberi kami kesempatan bagi masalah-masalah itu untuk ditempatkan dalam konteks, berada di depan dan di tengah dan harus ditangani sebaik mungkin," jelasnya.

"Tapi Jamaika, seperti yang Anda lihat, adalah negara yang bangga dengan sejarahnya dan sangat bangga dengan apa yang telah kami capai. Kami bergerak dan kami berniat untuk memenuhi ambisi dan takdir kita yang sebenarnya untuk menjadi negara yang mandiri, maju dan makmur," sambungnya.

Sumber mengatakan kepada People, bahwa Pangeran William dan Kate Middleton menyadari situasi dan melakukan protes.

Baca Juga: Tes IQ: Temukan Perbedaan di Gambar Emoji dalam 1 Menit, Buktikan Anda Orang Cerdas dan Jenius!

Setiap keputusan tentang menjadi republik adalah untuk rakyat dan pemerintah Jamaika.

Pangeran William diperkirakan akan mengakui masalah perbudakan dalam pidatonya pada Rabu malam.

Setelah menandatangani buku pengunjung di lobi, mereka juga bertemu istri Andrew Holness, yakni Juliet Holness.

Sebelum disajikan dengan hadiah resmi rum Ruby Appleton Estate, yang dibuat oleh master blender wanita pertama di dunia Dr. Joy Spence.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Pria Ini Berada di Luar atau Dalam Rumah? Ungkap Karakter Diri, Ada yang Tempramen

Pada usia ke 49, Andrew Holness adalah pemimpin termuda Jamaika hingga saat ini.

Dia bersumpah untuk mengubah Jamaika dari monarki kostitusional menjadi Republik selama kampanye pemilihannya.

Dia terpilih untuk memimpin negara itu pada tahun 2016 dan mulai menjabat.

Mengatakan pemerintahnya akan memperkenalkan undang-undang untuk menggantikan Ratu Elizabeth II dengan presiden non eksekutif sebagai kepala negara.

Baca Juga: Preview dan Link Live Streaming Persikabo 1973 vs Arema FC Malam Ini

Pangeran William dan Kate Middleton memulai tur selama delapan hari di Karibia i Belize akhir pekan lalu.

Pada hari Kamis, mereka akan ke Bahama untuk perhentian terakhir tur.

Meskipun mereka telah menerima sambutan hangat dari banyak penduduk setempat, mereka juga menghadapi ketegangan yang meningkat di negara-negara Karibia.

Dimana nenek Pangeran William yakni Ratu Elizabeth II tetap menjadi kepala negara.

Baca Juga: Benarkah Fluoride Bisa Menurunkan IQ dan Mempengaruhi Kecerdasan Seseorang?

Di luar Inggris, Ratu Elizabeth II tetap menjadi kepala negara di 14 negara di seluruh dunia.

Ini termasuk Belize, Jamaika dan Bahama.

Sebuah pengaturan yang menurut para kritikus sangat ketinggalan zaman.

"Penting ketika kita berusia 60 tahun sebagai negara merdeka, bahwa kita berdiri sebagai 'orang dewasa' atas dasar etika, moral dan keadilan yang solid," ujar Norah Blake, co-organizer protes di Jamika.

Baca Juga: Benarkah Fluoride Bisa Menurunkan IQ dan Mempengaruhi Kecerdasan Seseorang?

"Untuk mengatakan kepada Inggris, yang pernah menjadi 'orang tua' kami, bahwa Anda telah melakukan kesalahan dalam memperkaya diri dari perbudakan dan kolonialisme," sambungnya.

Protes di Jamaika dan sebelumnya di Belize hanya bukti terbaru dari perubahan bersejarah yang sedang berlangsung.

Negara Karibia lainnya, Barbados, memutuskan hubungan dengan Ratu Elizabeth II pada bulan November dan memberikan suara pada presiden pertamanya.

Dalam pidatonya di upacara yang melihat Barbados menjadi republik, Pangeran Charles mengakui.

Baca Juga: Tes IQ: Berapa Banyak Huruf S yang Dapat Anda Temukan di Deretan Angka 5?

"Kekejaman perbudakan yang mengerikan, yang selamanya menodai sejarah kita," ujarnya.

Bahkan ketika kehadirannya disana dikritik oleh beberapa pemimpin lokal.

Blake mengatakan permintaan maaf atas kekejaman dan reparasi seperti itu penting bagi negara untuk bergerak maju.

"Hari ini kita mengatur percakapan generasi masa depan kita, bagi mereka untuk memiliki sesuatu untuk membangun masa depan yang lebih cerah," pungkasnya.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: People


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah