Ditolak Mendarat di Indonesia, ini Kemampuan Canggih Pesawat P-8 Poseidon Milik AS

- 21 Oktober 2020, 06:50 WIB
Pesawat Boeing P-8 Poseidon.
Pesawat Boeing P-8 Poseidon. /boeing.com

PR TASIKMALAYA - Konflik Amerika Serikat dan Tiongkok masih kian memanas. Diketahui, kedua negara tersebut tengah melakukan berbagai upaya dan strategi perang.

Dketahui saat ini, Tiongkok tengah meningkatkan latihan militer, sementara AS telah meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.

Dikutip dari Reuters, baru-baru ini AS diketahui menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia, untuk mengoperasikan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon (pesawat mata-mata), di atas Laut Cina Selatan.

Baca Juga: Usulan Fatwa MUI soal Masa Jabatan Presiden, Nasdem Siap Jadi Teman Diskusi

Adapun P-8 Poseidon merupakan peswat mata-mata AS yang memiliki kelengkapan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik.

Pesawat tersebut telah berhasil memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut China Selatan, setidaknya selama 6 (enam) tahun belakangan.

Saat membawa sonobuoy dan rudal, pesawat P-8 Poseidon dapat mendeteksi dan menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh.

Baca Juga: Hati-Hati! Menurut Studi Makan Pedas Berlebihan Bisa Picu Demensia

Poseidon juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.

Dengan kecanggihan Poseidon, pada 2014, AS dengan berani menuding bahwa jet tempur Tiongkok datang dalam jarak 20 kaki dan mengeksekusi barrel roll di atas P-8 yang berpatroli di Laut Cina Selatan.

Saat itu, Tiongkok menggambarkan tuduhan AS sebagai sesuatu yang tidak berdasar.

Baca Juga: Simak! Berikut ini Rutinitas Pagi Hari yang Mempengaruhi Kecantikan Kulit

Dilaporkan, Pemerintah RI resmi menolak proposal Amerika Serikat (AS) yang meminta izin mendaratkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon untuk mengisi bahan bakar di Indonesia.

Sebenarnya para pejabat AS telah membuat beberapa pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus terhadap Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto.

Hal itu juga disampaikan pada Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, sebelum kemudian Presiden Joko Widodo menolak permintaan mendaratkan pesawat mata-mata tersebut.

Baca Juga: Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U20 saat Covid-19, Jokowi: Yakinkan Dunia Indonesia Aman Dikunjungi

Seorang analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington DC, Greg Poling mengatakan, mencoba mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh usaha yang ceroboh.

"Ini adalah indikasi betapa sedikit orang di pemerintahan AS yang memahami Indonesia. Ada batas yang jelas untuk apa yang dapat Anda lakukan, dan jika menyangkut Indonesia, ada aturan yang harus dijunjung,” ungkapnya kepada Reuters.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x