PR TASIKMALAYA – Polemik perubahan UU Cipta Kerja yang kini diketahui memiliki beberapa versi kembali ramai diperbincangkan.
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menjelaskan koreksi oleh Sekretariat Negara (Setneg) terkait dengan Pasal 46 di Undang-Undang Cipta Kerja tidak mengubah substansi yang telah disepakati oleh Panitia Kerja DPR.
"Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam Rapat Panja Baleg DPR." ujar Dini, dikutip Pikiran.Rakyat-Tasikmalaya dari Antara pada Sabtu 24 Oktober 2020.
Baca Juga: Sepakat Akhiri Polemik dengan Israel, AS Hapus Sudan dari Negara yang Promosikan Teroris
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa Pasal 46 terkait minyak dan gas bumi memang seharusnya dihapus dari UU Cipta Kerja.
Pasal 46 tersebut sejatinya merupakan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi pada hari Rabu, 14 Oktober 2020.
Namun, belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.
Lebih lanjut, Supratman menjelaskan Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas karena Panja DPR tidak menerima usulan pemerintah soal pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca Juga: Bertemu Paus Fransiskus di Roma, JK : Tidak ada Perdamaian Tanpa Hubungan Antarmanusia yang Baik