Soal Pembebasan Napi Korupsi karena Covid-19, Presiden Jokowi: Tak Pernah Dibahas di Rapat

- 6 April 2020, 19:01 WIB
Presiden Joko Widodo meminta jajaran pemerintah mempersiapkan skenario penanganan arus mudik komprehensif pada masa wabah COVID-19.*
Presiden Joko Widodo meminta jajaran pemerintah mempersiapkan skenario penanganan arus mudik komprehensif pada masa wabah COVID-19.* /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat untuk membebaskan para narapidana korupsi karena pandemi Covid-19.

"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita, jadi mengenai PP No 99 tahun 2012 perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor pada Senin, 06 April 2020.

Adapun hal itu disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas (Ratas) dengan tema 'Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19' melalui 'video conference'. Ratas ini dihadiri, di antaranya Wakil Presiden Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Tanggal 4-18 April 2020 Akan Jadi Momentum Puncak Sebaran Covid-19?

"Pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum," tegas Presiden.

Sebelumnya telah beredar isu mengenai kemungkinan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam pasal 34 menyebutkan, narapidana korupsi yang berhak mendapat remisi adalah mereka yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana, sekaligus telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

"Mengenai pembebasan bersyarat napi ini juga dihubungkan dengan Covid-19, seperti di negara-negara lain saya melihat Iran membebaskan 95 ribu napi, di Brazil 34 ribu napi, di negara-negara lain juga melakukan yang sama," ungkap Presiden dalam keterangan yang dikutip Pikiranrakyat-Tasikmalaya.com melalui Kantor Berita Antara pada 06 April 2020.

Baca Juga: Beri Kejutan Ulang Tahun untuk Mama di Tengah Wabah Corona, Tak Ada Ritual Peluk dan Cium

Diakui Presiden Jokowi, kondisi lapas di Indonesia sangat padat sehingga berpotensi untuk menyebarkan Covid-19 lebih luas lagi.

"Kita juga minggu yang lalu saya sudah menyetujui agar ada juga pembebasan napi karena lapas kita yang over kapasitas sehingga sangat berisiko mempercepat penyebaran Covid-19 di lapas-lapas kita,"jelas Presiden.

Namun demikian, Presiden tidak akan membebaskan para narapidana yang dibebaskan itu begitu saja. Mereka dibebaskan berdasarkan syarat, kriterian dan pengawasan. "Tentu ada syaratnya, ada kriterianya dan ada pengawasannya," tegas Presiden.

Baca Juga: Cek Fakta: Covid-19 Merebak, Benarkah Ada Bantuan Rp 2,5 Juta Hanya dengan Kirim Foto KTP?

Di sisi lain, Pada 30 Maret lalu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

Adapun peresmian Kepmen ini akan mengusahakan pembebasan terhadap 30 ribu narapidana dan anak. Selain itu, Kepmen juga dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.

Namun demikian, Indonesia Corruption Watch (ICW) mulai mengeluarkan prrotes terkait kemungkinan pembebasan napi kasus korupsi yang telah berusia di atas 60 tahun yang telah menjalani 2/3 masa tahanannya dapat dibebaskan melalui revisi PP Nomor 99 Tahun 2012.

Baca Juga: Kehabisan Persediaan, Pemerintah Ekuador Siapkan Kerdus untuk Peti Mati Jenazah Covid-19

Menurut data ICW, jumlah narapidana korupsi juga tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya.

Ini dikarenakan data Kemenkumham pada 2018 menyebutkan bahwa jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi. Dalam arti lain, narapidana korupsi hanya 1,8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan.

Atas protes ICW tersebut, Yasonna menegaskan bantahannya terkait pertimbangan pengeluaran napi pidana khusus dari lapas/rutan. Bahkan berdasarkan Permenkumham 10/2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak boleh menabrak peraturan PP 99/2012.

Baca Juga: Ibu dan Batita Terjebak di Dalam Rumah, Meninggal saat Tebing Ambruk

Narapidana kasus narkotika masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani dua per tiga masa pidananya sekitar 15.482 orang. Sedangkan, narapidana kasus narkotika hanya yang masa tahanan 5-10 tahun, tetapi bandar narkoba yang umumnya dihukum di atas 10 tahun tidak termasuk yang menerima pembebasan.

Sementara itu, narapidana tindak pidana korupsi yang semula akan dibebaskan adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani pidana dua per tiga masa pidana. Semua itu berjumlah sebanyak 300 orang dengan didasarkan pada imun tubuh yang melemah.***

Editor: Gugum Rachmat Gumilar

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x