Kereta Cepat Jakarta-Bandung Habiskan Rp82 Triliun, Said Didu Khawatir Indonesia Dimanfaatkan Tiongkok

- 28 Maret 2021, 14:01 WIB
Said Didu mengaku khawatir Indonesia dimanfaatkan oleh Tiongkok, karena biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung telah biaya Rp82 triliun.*
Said Didu mengaku khawatir Indonesia dimanfaatkan oleh Tiongkok, karena biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung telah biaya Rp82 triliun.* /Antara/Dewanti Lestari
PR TASIKMALAYA - Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu mengkhawatirkan proyek besar kereta cepat Jakarta-Bandung dimanfaatkan oleh Tiongkok.
 
Diketahui, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung tersebut membengkak hingga Rp23 Triliun, Said Didu merinci biaya dari rencana pembangunannya. 
 
Menurut penuturan Said Didu, pada tahun 2019, biaya proyek kereta cepat masih berkisar di angka US$6 miliar atau sekitar Rp60 triliun. 
 
 
Namun, kini biaya tersebut membengkak sekitar Rp82 triliun, yang akhirnya menjadikan biaya tiketnya sendiri menjadi mahal.
 
Said Didu pun mengakui bahwa sebelumnya dirinya mengingatkan soal proyek kereta cepat Jakarta-bandung tersebut. 
 
"Saya awal-awal telah menyatakan kereta cepat ini tidak laik dan tidak layak," tutur Said Didu sebagaimana yang dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari kanal YouTube MSD yang diunggah pada Sabtu, 27 Maret 2021.
 
 
"Efisien apabila jarak tempuhnya di atas 400 Km, itu baru laik secara teknis, ini kan hanya 140 Km yang secara teknis tidak laik sama sekali untuk kereta cepat karena jaraknya pendek," sambung Said Didu 
 
Menurut Said Didu, proyek kereta cepat awalnya dipelajari oleh Jepang, Jepang menyatakan bahwa jika pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dibangun pemerintah.
 
"Karena itu nanti tarifnya menjadi mahal, kita tahu proyek kereta cepat ini awalnya kan studi kelayakannya dibikin oleh Jepang," ujar Said Didu.
 
 
"Jepang sudah menyatakan bahwa kalau kereta cepat Jakarta-Bandung mau dibangun, maka sebaiknya dibangun oleh pemerintah atau diberikan subsidi, itu kata ahlinya jepang," tambah Said Didu.
 
Said Didu menjelaskan pada tahun 2014, datang rayuan dari Tiongkok yang menyebut bahwa studi kelayakan Jepang tersebut terlalu mahal.
 
"Dia (Tiongkok) memasang harga di bawah dan kita tahu pada saat itu janji Tiongkok kepada pemerintah Indonesia bahwa mayoritas sahamnya akan dimiliki oleh BUMN Indonesia, kemudian dibiayai dari Tiongkok, dari bank Tiongkok" ucap Said Didu. 
 
 
Said Didu menjelaskan, setelah Tiongkok memperoleh proyek tersebut, Tiongkok meminta jaminan dari pemerintah Indonesia.
 
"Saya bahkan mendapat informasi bahwa banyak sekali aset negara yang disertakan dalam proyek ini," tutur Said Didu.
 
Namun, menurut penuturan Said Didu, setelah Tiongkok mendapatkan jaminan pemerintah, anggaran kereta cepat tersebut pun membengkak.
 
 
"Karena pembengkakan, ini semakin tidak layak, karena dulu itu tiketnya diperkirakan minimum 300 ribu, nah dengan membengkaknya ini berarti mungkin tiket minimum 400 ribu atau 350 ribu," ucap Said Didu.
 
Said Didu menjelaskan, siapa yang ingin naik kereta hanya selisih satu jam, namun membayar Rp400 ribu, sementara naik travel yang dijemput di rumah, biayanya hanya Rp200 ribu.
 
"Nah naik travel juta 2,5 jam, jadi sangat tidak laik dan tidak layak, nah dengan anggaran seperti ini saya mengatakan pemerintah sudah memasuki buah simalakama," ungkap Said Didu.
 
 
"Kita tahu bahwa proyek-proyek seperti ini banyak sekali yang sudah terjadi, masih ingat KRL Palembang yang sekarang sudah bangkrut, kereta bandara sudah bangkrut," tutur Said Didu.
 
Said Didu pun menjelaskan bahwa merupakan pelajaran besar dan problem besar adalah kereta cepat Jakarta-Bandung bangkrut karena dijamin oleh pemerintah.
 
"Jadi saya pikir inilah pelajaran besar dan problem besar sekarang adalah, kalau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bangkrut karena dijamin pemerintah, maka bisa saja pilihannya bagi Tiongkok adalah megambil aset pemerintah dan menjadi miliknya," sambung Said Didu.
 
 
Menurut penjelasan Said Didu, bahwa metodologi inilah yang kerap dipakai Tiongkok untuk mengkooptasi suatu negara.
 
"Jadi selalu di berbagai negara, cara Tiongkok adalah membangun infrastruktur, kemudian tidak layak, kemudian pemerintah tidak bisa membayar maka di situlah mereka mengkooptasi infrastruktur negara itu," ucap Said Didu.
 
"Mudah-mudahan kereta cepat ini bukan pintu masuk bagi Tiongkok untuk mengkooptasi berbagai fasilitas sarana dan prasarana di Indonesia," tutup Said Didu.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: YouTube MSD


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x