Survei: Agama Varian Penyumbang Terbesar Polarisasi Politik di Tanah Air

20 Maret 2023, 09:05 WIB
Ilustrasi Pemilu. /ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

PR TASIKMALAYA – Hasil survei terbaru mengungkap bahwa polarisasi politik di Indonesia fakta terjadi di balik dimensi online atau daring/dunia maya maupun offline atau dunia nyata.

Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) bertajuk ‘Polarisasi politik di Indonesia: Mitos atau Fakta?’.

Ketua Laboratorium Psikologi Politik UI Profesor Hamdi Muluk dalam rilis hasil survei nasional, mengatakan polarisasi yang paling kuat terjadi berdasarkan agama.

Selain agama, polarisasi politik juga terjadi berdasarkan tingkat kepuasan kinerja pemerintah hingga berbasis sentimen anti luar negeri (asing dan Aseng).

Baca Juga: Jadi Penjahat di The Glory, Lim Ji Yeon Minta Penonton Agar Lakukan Hal Ini untuk Park Yeon Jin

“Agama varian penyumbang terbesar polarisasi,” kata Hamdi pada Minggu, 19 Maret 2023, dikutip dari ANTARA.

Pemerintah soal Sentimen Asing

Mengenai sentiment anti luar negeri, masyarakat ada yang mempercayai bahwa investasi di Indonesia dikuasai oleh orang asing.

Menanggapi sentimen itu, Menteri Investasi dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia selaku penanggap dalam rilis itu langusng menepis isu investasi Indonesia dikuasi oleh asing.

Baca Juga: Tes IQ: Kira-kira Bisa Nggak Kamu Temukan Perbedaan pada Dua Pria yang sedang Pesan Makanan?

Bahlil mengonfirmasi bahwa investasi Indonesia dari total Rp 1.207 triliun di tahun 2022 di luar sektor migas, keuangan dan UMKM, itu 54 persen adalah investasi asing. Singapura adalah negara paling besar jumlahnya dengan nilai investasi sekitar Rp13 miliar USD.

Namun, nominal Rp13 miliar USD bukan sepenuhnya uang milik negara Singapura, tetapi juga sebagian berasal dari orang Indonesia yang ada di Singapura. Di negara Singa Putih terdapat pula warga Timur Tengah, Eropa dan Asia.

“Jadi investasi kita 1.207 itu, 54 persen PMA, 46 persen PMDN, jadi kalau digabung dikompair ke bawah, sebagian yang asing dari Singapura sebagian masuk ke Indoensaia, makan PMDN kita lebih besar daripada PMA, karena duitnya orang Indonesia, cuma kita dikompor-komporin seolah-olah ini China, Korea, Jepang,” kata Bahlil.

Terkait isu ketenagakerjaan, Bahli menjelaskan, IUP tambang di Indonesia 80 persen milik dalam negeri. Sementara yang dikuasai oleh asing adalah smelter (pablik pelebur).

Baca Juga: Waspada! Jangan Sampai Anda Bocorkan Rahasia pada Orang-orang dengan 4 Zodiak Ini, Apa Saja?

Penguasaan di bidang smelter terjadi karena Indonesia belum memiliki teknologi yang memadai. Selain itu, faktor biaya pendirian yang mahal, pengusaha yang belum ada kepedulian ke arah tersebut, dan perbankan nasional yang tidak mau membiayai, membuat smelter dikuasai asing.

“Maka yang terjadi adalah, teknologinya kita bawa dari luar, kemudian uangnya kita bawa dari luar, terus kemudian kita anti asing. Kalau kita tidak mau asing masuk, berarti kita akan menjadi negara yang lambat dalam proses hilirisasinya,” terangnya.***

Editor: Al Makruf Yoga Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler