Tingkat Sulfur Dioksida Terdeteksi, Wuhan Lakukan Kremasi Massal 50.000 Pasien Virus Corona, Simak Fakta Selengkapnya

- 25 Februari 2020, 20:08 WIB
Tiongkok akan gunakan tembakan jaring ikan untuk mencegah warganya yang tidak bisa diatur dalam pencegahan virus corona
Tiongkok akan gunakan tembakan jaring ikan untuk mencegah warganya yang tidak bisa diatur dalam pencegahan virus corona /Sky News

PIKIRAN RAKYAT - Beredar sebuah foto berita yang memperlihatkan tingkat sulfur dioksida tinggi di kota Wuhan, Tiongkok.

Dalam foto tersebut juga disebutkan bahwa itu merupakan tanda kremasi massal korban virus corona, yang diindikasi terdapat lebih dari 50.000 korban jiwa.

Dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari akun instagram @turnbackhoaxid, berdasarkan hasil penelusuran, foto tersebut bukanlah foto dari satelit.

Baca Juga: Hampir 11 Tahun, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Dianggap Tak Serius Bentuk DOB Tasela

Diketahui, bahwa foto tersebut merupakan perkiraan berdasarkan data historis dan pola cuaca tentang emisi SO2.

Situs Windy.com memang menampilkan prakiraan cuaca dan prediksi untuk berbagai tingkat polutan, seperti partikel, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.

Foto tersebut juga merupakan ramalan emisi sulfur dioksida di Wuhan selama tiga hari sejak 8 Februari 2020.

Baca Juga: Gasak Barang Elektronik Senilai Rp 25 Juta, Peralatan Kerja Kantor Desa Jayaratu Digondol Maling

Situs tersebut menyatakan bahwa perkiraan emisi sulfur dioksida menggunakan data dari sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA.

Model SO2 GEOS-5 tidak mengasimilasi data satelit secara real-time. Perkiraan mereka di dasarkan pada bukti emisi di masa lalu.

"Meskipun data satelit telah digunakan dalam pembangunan inventarisasi emisi. Emisi ini tidak memperhitungkan variasi harian dalam emisi SO2 dan karenanya tidak dapat menjelaskan perubahan mendadak dalam aktivitas manusia.

Baca Juga: Matangkan Pola Permainan Lewat Sesi Latihan Rutin, Persib Bandung Sambut Liga 1 2020 dengan Optimis

"Dalam GEOS-5, variasi harian dalam SO2 disebabkan oleh variasi dalam kondisi meteorologi, khususnya angin," ujar Ahli Metereologi dari Kantor Pemodelan dan Asimilasi Global NASA, Silva.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Instagram @bpptkg


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x